Senin, 16 April 2012

Bupati Harus Miliki Argumen Hukum Soal Syarat Wabup



KOTA, (GE).- Menjelang  pengajuan 2 orang calon Wakil Bupati Garut oleh Bupati dalam paripurna DPRD Kabupaten Garut,  suhu politik mulai meningkat. Bupati Garut dituntut untuk memberikan keputusan yang tepat saat mengajukan 2 orang calon wakil bupati, sebagaimana perintah UU Nomor 12 tahun 2008 pasal 26 ayat 7 yang berbunyi “dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil kepala daerah yang berasal  dari calon perseorangan karena meninggal dunia, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya selama 6 (enam) bulan secara terus menerus dalam masa jabatannya dan masa jabatannya masih tersisa 18 (delapan belas) bulan atau lebih, kepala daerah mengajukan 2 ( dua ) orang calon wakil kepala daerah untuk dipilih oleh rapat paripurna DPRD”. Ayat tersebut memberikan hak frerogatif kepada bupati yang berasal dari calon perseorangan untuk mengajukan 2 calon, tanpa memperhatikan usulan parpol. Berbeda dengan Bupati yang pada saat pencalonannya diusung oleh parpol,  diatur  UU 12/2008 pasal 26 ayat 6. Bupati yang berasal dari calon perseorangan diberikan keleluasaan oleh Undang-undang untuk mengajukan 2 orang calon wakil kepala daerah meski dengan pertimbangan subjektifitasnya. Demikian disampaikan Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Garut, Dadang Sudrajat, S.Pd, saat ditemui di kantornya.
Ditambahkannya, pengajuan 2 orang calon wakil kepala daerah bukan hal yang mudah, dimana banyak  pelamar untuk mengisi kekosongan jabatan wakil kepala daerah,  apalagi  pihak kepala daerah telah mengekspos bahkan mengundang para pelamar  calon wakil kepala daerah  untuk  segera   melengkapi persyaratan. Adanya arahan dari pihak kepala daerah kepada para pelamar untuk memenuhi persyaratan, sebagaimana diatur dalam UU 12 tahun 2008 pasal 58, secara tidak langsung merupakan pengakuan dari bupati terhadap para pelamar sebagai calon Wakil Bupati. “Hal tersebut mempersulit bupati   dalam menentukan 2 calon wakil kepala daerah,  karena saat para pelamar sudah memenuhi persyaratan secara normatif, Bupati  dituntut untuk memilih 2 orang calon dengan parameter yang  dapat dipertanggungjawabkan,” ujar Dadang.
Sadar akan sulitnya memilih 2 calon wakil kepala daerah dari sekian banyak pelamar yang sudah terlanjur diarahkan untuk memenuhi persyaratan, tambah Dadang, kepala daerah Kabupaten Garut memberikan syarat subjektifitasnya, yaitu para pelamar diharuskan  mendapat dukungan 3 parpol yang memiliki kursi di DPRD Kabupaten Garut. Langkah tersebut bisa dipahami  sebagai jalan keluar bagi Bupati dalam menyeleksi para pelamar yang telah memenuhi persyaratan normative, karena UU tidak memberikan aturan spesifik tentang kriteria dan mekanisme rekrutmen calon wakil bupati. “Bupati telah memberikan syarat khusus yang terukur   bagi calon wakil bupati, harus memenuhi persyaratan mendapat dukungan dari 3 parpol di DPRD, supaya persyaratan itu dapat mengikat para bakal calon wakil bupati dalam proses rekrutmen yang dilakukan kepala daerah. Sebaiknya syarat itu dilegitimasi supaya memiliki kekuatan hokum, sehingga bakal calon memiliki kewajiban memenuhi aturan tersebut,” tambahnya.
Persyaratan yang diajukan bupati tersebut, lanjut Dadang, tidak menutup kemungkinan  adanya penolakan karena persyaratan tersebut tidak diatur dalam  regulasi  yang mengatur tentang syarat calon wakil bupati, sebagaimana diatur dalam PP 49 tahun 2008 pasal 38. Bupati harus memiliki argumen hukum kenapa memberikan syarat kepada calon Wakil Bupati harus didukung oleh parpol bukan dukungan yang diperoleh sebagaimana pola dukungan yang diatur  UU 12 tahun 2008 pasal 59 ayat 2b, 2d, dan 2e, meski  jumlah dukungan tidak sebanyak seperti diatur pasal tersebut berhubung Bupati pada saat pencalonan diusung dari jalur perseorangan. Alasan bupati mensyaratkan 3 dukungan parpol untuk memperkuat dukungan politik dari DPRD bukanlah alasan yang tepat, karena selama ini publik melihat tidak ada upaya DPRD Garut dalam mengoyang posisi Bupati dan Wakil Bupati, hal tersebut bisa dilihat dari alasan Dikcy Candra mengundurkan diri dari jabatan Wakil Bupati, bukan karena alasan tidak adanya dukungan politik dari DPRD tapi karena masalah internal. Hak Bupati memberikan syarat subjektif kepada para bakal calon, tapi jangan sampai persyaratan itu sebagai transfer masalah kepada DPRD.
“Apabila parpol yang ada di DPRD Garut mau mengikuti  ritme subjektifitas Bupati, sebenarnya syarat dukungan 3 parpol tidaklah tepat karena dari sembilan parpol yang memiliki kursi di DPRD ( demokrat, Golkar, PPP, PDIP, PKS, PAN, PKB, Hanura, Gerindra ) berpeluang bisa melahirkan 3 calon Wakil Bupati, sedangkan yang dibutuhkan 2 orang calon Wakil Bupati kalau itu terjadi akan mempersulit dan menambah masalah bagi Bupati. Apabila  Bupati dan parpol yang memiliki  kursi di DPRD sepakat untuk menentukan 2 calon Wakil Bupati harus mendapatkan dukungan parpol,  janganlah dihitung dari jumlah parpol, tapi akan lebih tepat bila bupati melihat presentasi jumlah kursi atau akumulasi perolehan suara parpol, sebagaimana syarat calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang berasal dari parpol  ( UU 12 tahun 2008 pasal 59 ayat 2 ),” jelas Dadang.
Tambahnya lagi, DPRD lebih baik berkonsentrasi untuk mempersiap penyelenggaraan pemilihan sabagaimana yang ditugaskan oleh UU 12 tahun 2008 pasal 42 ayat 1e. Apabila  parpol yang memiliki kursi di DPRD memberikan dukungan sebagaimana yang dipersyaratkan oleh Bupati kepada calon Wakil Bupati, hal tersebut akan bertolak belakang dengan tatib pemilihan Wakil Bupati Garut sebagai produk DPRD. Bupati lebih baik berani mengambil keputusan dengan mengajukan 2 calon Wakil Bupati dengan memanfaatkan perlindungan UU terhadap hak subjektifitasnya, ketimbang memberikan persyaratan calon Wakil Bupati yang tidak dilandasi UU atau aturan yang secara hirarki berada diatas aturan atau keputusan Bupati. (Tata E. Ansorie)***


Ricuhnya Musdalub DPD Golkar Kab. Garut, DPP Dipinta Turunkan Tim Pencari Fakta


KOTA, (GE).- Buntut terjadinya deadlock pelaksanaan Musyawarah Daerah Luar Biasa (Musdalub) DPD Partai Golkar Kabupaten Garut, pada  Senin (9/4) lalu, unsur pimpinan DPD Partai Golkar Kab. Garut, Orsomendi dan sayap partai Golkar, meminta Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar menurunkan tim pencari fakta untuk menelusuri latar belakang terjadinya kericuhan di Musdalub DPD Partai Golkar Garut. Bahkan, DPP Partai Golkar harus memberikan sanksi administrasi, apabila ditemukan kesalahan-kesalahan yang disengaja oleh pengurus.
Hal itu diutarakan Wakil Sekretaris DPD Partai Golkar Kab. Garut, Sulaiman Zacky, ST, setelah menggelar rapat penyusunan laporan kronologis bersama unsur pimpinan DPD Partai Golkar Kab. Garut, Orsomendi dan sayap partai Golkar, Selasa (10/4) kemarin. Kata Sulaiman, permintaan turunya tim pencari fakta dari DPP Partai Golkar, merupakan bagian dari salah satu rekomendasi hasil rapat penyusunan laporan kronologis. Adapun rekomendasi lainnya, Pimpinan DPD Partai Golkar Provinsi Jawa Barat hendaknya mengambil hikmah dan manfaat dari kejadian yang mencoreng wibawa ketua DPD Golkar Jabar dengan kejadian Musdalub tersebut.
“Kami pun meminta DPD Golkar Jabar, melakukan koreksi, intropeksi dan evaluasi total khususnya bagi pengurus yang terindikasi melakukan perbuatan yang telah menyalahgunakan kewenangannya untuk kepentingan pribadi masing-masing,” jelasnya.
Kemudian, tambah Sulaeman, di rekomendasi itu disebutkan pula agar Pelaksana Tugas (Plt) Ketua DPD Golkar Kab. Garut, melakukan konsolidasi total baik di jajaran pengurus DPD Golkar Kab. Garut, pimpinan Partai Golkar Kecamatan, pimpinan Partai Golkar Desa maupun Orsamendi dan ormas yang menyatakan sikap dukungannya kepada partai Golkar. Bahkan, Plt Ketua DPD Golkar Kab. Garut, diminta segera merumuskan dan mempersiapkan kembali pelaksanaan Musdalub Partai Golkar Kab. Garut yang benar-benar mengacu kepada AD/ART, peraturan organisasi dan petunjuk pelaksanaan lainnya, sesuai limit waktu yang telah dicanangkan dalam surat penetapan perpanjangan Pelaksanaan Tugas (Plt) Ketua yang dikeluarkan DPD Partai Golkar Provinsi Jawa Barat.
Adapun berita acara penyusunan laporan kronologis tersebut, kata Sulaeman, ditandatangani oleh Wakil Ketua Bidang Kaderisasi DPD Partai Golkar Kab. Garut, Drs. H Johan Jauhari, SH,MH, Wakil Sekretaris, Sulaeman Zacky, ST, Ketua PD AMPG, Doni Muchtar, Ketua PDK Kosgoro’57, H. Komar Mariuna, M.MPd, Ketua DPC Ormas MKGR, Asep Hendra Bakti, A.Md, dan Wakil Ketua Sepicab Soksi, Dicky Hidayat.
Sementara di tempat yang sama, Ketua DPC Ormas MKGR, Asep Hendra Bakti, A.Md, mengatakan sebelum Musdalub digelar, Depicab Soksi Kab. Garut, PDK Kosgoro 1957 dan DPC Ormas MKGR atau disebut Trikarya menyampaikan bahwa Musdalub Partai Golkar yang akan dilaksanakan tanggal 9 April 2012, terkesan dipaksakan dan belum sesuai dengan peraturan organisasi lainnya. Kemudian meminta pelaksanaan Musdalub sesuai dan mengacu pada ART/AD, serta mendapatkan persetujuan dari DPP Partai Golkar, sesuai dengan PO No.13/DPP/GOLKAR/X/2011 pasal 30. Jika tetap dipaksakan tanggal 9 April 2012, seperti permintaan lisan Ketua DPD Golkar Jawa Barat, maka kegiatan Musdalub terindikasi illegal dan batal demi hukum. “Dengan terbitnya kesepakatan Trikarya, menginginkan DPD Partai Golkar Kab. Garut mampu melaksanakan Musdalub sesuai dengan peraturan organisasi, sehingga pada gilirannya akan menghasilkan kepemimpinan Partai Golkar yang utuh dan tidak cacat hukum. Namun hal itu diabaikan, sehingga kejadiannya seperti ini,” jelas Asep.
Lanjut Asep, pelaksanaan Musdalub Partai Golkar Kab. Garut berjalan tidak sesuai jadwal dan agenda yang telah ditentukan sampai molor 2 jam. Hal itu menunjukan ketidaksiapan panitia, antara lain terlambatnya undangan yang disampaikan kepada para peserta. Disisi lain tidak adanya komunikasi antar panitia dengan DPO, sehingga mengakibatkan ketidakhadiran Dewan Pertimbangan Organisasi Partai Golkar Kab. Garut, akhirnya mereka merasa tidak dihargai  sama sekali. (Tata E. Ansorie)***

Kuis Garut Express Diundi. Nurlela, Peroleh TV LED 19


KUIS berhadiah yang diselenggarakan Surat Kabar Mingguan Garut Express, berkerja sama dengan beberapa perusahaan, pada Jumat (13/4) kemarin, telah dilakukan pengundian di arena Pameran Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Expo Gebyar Garut Festival 2012. Undian kuis berhadiah berkaitan dengan Hari Jadi Garut ke-199 tersebut dihadiri jajaran redaksi Garut Express, mulai dari Pimpinan Redaksi, Sony MS, Wakil Pimpinan Redaksi, Tata E. Ansorie, Pemimpin Perusahaan, Agah Margana, dan sejumlah wartawan Garut Express.
Lokasi undian yang bertempat di stand Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Garut itu, dilakukan oleh Kepala Bank BPR LPK Garut, Aam Muharam, Pengurus Kadin Garut, Ahmad Fajar Kurnaefi dan Ketua Himpunan Pengusaha Muda (HIPMI) Kabupaten Garut, Agus Alfas Mutaqqin.
Pemimpin Redaksi Garut Express, Sony MS, mengatakan, kuis tersebut diselenggaran dalam rangka memperingati Hari Jadi Garut ke-199. Kuis diberlakukan untuk seluruh masyarakat Kabupaten Garut, kecuali keluarga besar Garut Express. “Kita hanya menyampaikan lima pertanyaan, yaitu tanggal hari jadi Garut, visi misi Kabupaten Garut, nama Bupati Garut, nama Ketua DPRD Garut dan nama Sekretaris Daerah Kabupaten Garut. Pertanyaan itu sebenarnya mudah dijawab. Namun dari ratusan surat yang masuk, cukup banyak yang tidak mengenal nama bupati Garut, apalagi visi misi Kabupaten Garut,” ujarnya.
Ditambahkan Sony, hadiah yang disediakan untuk para pemenang undian di antaranya, 1 buah TV LED 19, 1 buah televisi, 5 buah handphone dan 10 buah T-Shirt. Hadiah-hadiah tersebut diperoleh dari kerjasama dengan sejumlah perusahaan. “Kami mengucapkan banyak terimakasih kepada Toserba Yoma, Adisurya, Asosiasi Pengusaha Ritel Kabupaten Garut, Bank BPR LPK Garut dan Pemkab Garut yang telah turut berpartisipasi dalam penyelenggaraan kuis berhadiah tersebut. Insya Allah, tahun depan kita akan melakukan serupa yang tentunya dengan hadiah yang lebih menarik lagi ,” tutur Sonny.
Adapun yang beruntung memperoleh hadiah utama berupa TV LED 19 adalah Nurlela, beralamat di Perum Cimanganten Tarogong Garut. Sementara yang memperoleh hadiah televisi diraih oleh Staf Desa Mekarsari Kecamatan Cibatu, Dede Ajiji Fardina. “Bagi para pemenang kuis yang nama-namanya tercantum di halaman 16 Garut Express edisi 025 ini, dapat mengambil hadiah di Kantor Redaksi Garut Express yang  Permata Hijau Residence A-27 Tarogong Kidul. Pemenang wajib membawa identitas diri sesuai data yang dikirim pada jawaban semula,” jelasnya. (AKW)***


BANDUNG, (GE).- Dua syarat yang diajukan oleh Bupati Garut, H. Aceng HM Fikri, S.Ag, terhadap calon wakil bupati yang akan diajukan dalam pilwabup mendatang menuai kritik sejumlah kalangan. Di antaranya sebagaimana disampaikan pemerhati masalah sosial dan politik, Prof. Dr. H. Agus Salim Mansur, M.Pd. Menurutnya, dalam hal pencalonan wakil bupati, Aceng Fikri sebaiknya tidak menggunakan hawa nafsunya.
"Masalah itu (pemilihan wabup) kan sudah ada undang-undangnya. Jadi jangan ditambah-tambah dengan keinginan pribadi berdasarkan hawa nafsu yang tidak ada dasar hukumnya. Sebab kalau dipaksakan, hal itu akan membuat proses menjadi tidak sah. Karena tidak mengikuti aturan hukum yang berlaku," kata Prof. Agus Salim kepada GE saat dihubungi melalui telepon selulernya, Jumat (13/4).
Dalam menjalankan mekanisme pemilihan, kata Prof. Agus Salim, harusnya Bupati berpegang pada dua aspek. Rule of the law, dan rule of the game. Artinya, Bupati tetap harus berpegang kepada UU nomor 49 tahun 2008 tentang pemilihan, pengesahan pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah dan wakil kepala daerah, sebagai rule of the law.
"Karena Aceng Fikri itu awalnya dari jalur perseorangan, maka dalam pengajuan calon wakil bupati dia harus berpegang kepada pasal 131 ayat 2d. Jangan ditambah lagi persyaratan yang aneh-aneh. Karena itu tidak tercantum pada ayat tersebut," jelas Dekan Fakultas Adab dan Humaniora UIN Sunan Gunung Djati Bandung kelahiran Garut itu.
Lebih jauh Prof. Agus menegaskan,  seharus Aceng Fikri konsisten dengan keindependensiannya. Sebab, langkah awal dia menjadi bupati adalah dari jalur perseorangan. "Yang menjadi salah satu pemicu Diki Candra mundur dari jabatan wabup, juga kan karena Aceng Fikri masuk partai. Jadi, dia jangan membuat kesalahan kedua dengan mensyaratkan calon wabup harus memiliki dukungan dari tiga partai politik. Karena ini sama saja dengan tidak independen," tegas Prof. Agus Salim.
Pernyataan senada, diungkapkan pemerhati politik alumnus Uniga, Rohmat Aripin, S.Ip, M.Si. Menurutnya, pengajuan syarat dukungan dari tiga partai politik bagi calon Wabup sangat bertentangan dengan pasal 131 ayat 2d UU Nomor 49 tahun 2008. Rohmat Aripin sependapat, kalau persyaratan (dukungan parpol) itu dipaksakan, prosedur pemilihan jadi tidak sah karena melanggar undang-undang.
"Sebenarnya syarat yang diajukan Bupati itu sah-sah saja. Namun, ada kelemahannya. Dengan adanya persyaratan tersebut, artinya sama dengan menjegal peluang calon wakil bupati dari jalur independen," tandas Rohmat Aripin saat berkunjung ke Kantor Redaksi GE, Sabtu (14/4). .
Rohmat Aripin bahkan mengegaskan, kalau Bupati mau netral dan menjunjung tinggi asas demokrasi, maka syarat atributif dukungan tiga partai politik itu harus dicabut. Terlebih, semua orang tahu bahwa keberangkatan Aceng Fikri dari jalur independen. Jadi mempunyai beban moral politik.
Sebetulnya, kata Rahmat Arifin, langkah yang diambil Aceng Fikri dengan masuk partai saja sudah merupakan sebuah penghianatan politik. Tetapi, Rohmat Aripin memahami, pada  sisi lain hal itu dilakukan Aceng Fikri sebagai upaya mencari kemaslahatan. Karena Bupati butuh dukungan dari parlemen, dan kekuatan politik itu adanya di parlemen.
"Bupati yang keberangkatan awalnya dari jalur independen, ternyata setelah masuk ke arena parlemen ibarat ayam kehilangan induk dalam mengamankan bebijakan pemerintah. Namun, hal itu sekaligus menandakan Bupati berjiwa bersar. Sebab, dengan masuk partai, Bupati tidak aman dari hujatan, apalagi dari tim suksesnya," jelasnya. (Sony MS)***

Minggu, 15 April 2012

Seleksi Dirut PDAM Terancam Diulang


KOTA, (GE).- Lolosnya tiga orang nama pada seleksi calon Direktur PDAM Tirta Intan Garut, ternyata masih menuai permasalahan. Sejumlah kalangan masih memandang seleksi calon Direktur PDAM tersebut diduga cacat hukum, karena Peraturan Daerah Nomor 6 Thaun 2010 dipandang hanya untuk menghantarkan salah seorang calon yang sudah dipersiapkan.
“Tadinya kami menunggu janji Ketua Komisi A DPRD Garut, Nono Kusyana, yang pada awal audiensi berjanji akan melakukan judicial review kepada Mahkamah Agung berkenaan Perda Nomor 6 Tahun 2010 ini,” ujar Juru bicara Masyarakat peduli Aset Daerah Kabupaten Garut, Lukman, saat melakukan audensi di ruangan rapat Gedung DPRD yang diterima Sekretaris Komisi A, Dadan Hidayatulloh, serta Ketua Panitia Seleksi Ir. Eddy Muharam, MSi dan Kabag Hukum Setda Garut, Budi Gan-Gan, SH, MH, Selasa (12/4) kemarin.
Ditambahkan Lukman, Perda Nomor 6 Tahun 2010 tersebut tidak seirama dengan Permendagri Nomor 2 tahun 2007 mengenai organ kepegawaian perusahaan daerah air minum daerah yang dijadikan konsideran perda Nomor 6 tahun 2010. Bukan hanya itu, mereka merasakan adanya kejanggalan dengan adanya surat keputusan pada tanggal 15 Maret 2012 bernomor 539/08/TSCD.PDAM-GRT/2012 yang mengumumkan tiga orang dalam ranking teratas. Padahal, dua orang yang lolos baru memenuhi surat keterangan dari PN Garut yang menyatakan tidak sedang ataupun tersandung kasus hukum, baru dikeluarkan pada tanggal 17 Maret.
Sayang saat ditanya GE usai audiensi mengenai beberapa tudingan seperti apakah memang calon yang diloloskan di atas usia 56 tahun, Eddy malah bergegas. "Nanti saja lihat perkembangan, saya mau shalat dulu,” kata Eddy. Kendati demikian, dalam audensi tersebut, Eddy sempat menjelaskan, tiga calon yang telah lolos sudah memenuhi ketentuan. Bahkan dirinya mengakui adanya keterlambatan persyaratan administrasi dari beberapa calon yang sekarang masuk ketiga peringkat teratas.
Secara terpisah, Kasat Dalmas Polda Jabar yang juga Dosen Sekolah Tinggi Hukum (STH) Garut, Komisaris Polisi Taufik, SH dalam sebuah talkshow di salah satu radio di Garut, mengatakan hampir semua Badan Usaha Milik Pemerintah tidak lepas dari persoalan nepotisme ketika terjadi pemilihan calon jabatan pimpinan. Hal itu tentunya sangat disayangkan, padahal dalam pengelolaan sebuah perusahaan mesti ditangani secara professional.
Terkait batas usia yang dipersoalkan dalam pemilihan calon Direktur PDAM Tirta Intan Garut, dirinya memandang tidak perlu menjadi hal yang diributkan. Usia berapa tahun pun, jika memiliki kemampuan yang baik dalam mengelola perusahaan, tidak menjadi masalah. “Secara profesional bukan menjadi masalah, sepanjang calon itu memiliki kemampuan yang baik,” ujarnya.
Ditambahkannya, calon Direktur PDAM Tirta Intan Garut idealnya dari internal PDAM itu sendiri. Alasannya, kata Taufik, orang dalam sangat memahami persoalan yang ada dalam kinerja perusahaan tersebut. (AKW/Tata E. Ansorie)***


Bupati Harus Miliki Argumen Hukum Soal Syarat Wabup


KOTA, (GE).- Menjelang  pengajuan 2 orang calon Wakil Bupati Garut oleh Bupati dalam paripurna DPRD Kabupaten Garut,  suhu politik mulai meningkat. Bupati Garut dituntut untuk memberikan keputusan yang tepat saat mengajukan 2 orang calon wakil bupati, sebagaimana perintah UU Nomor 12 tahun 2008 pasal 26 ayat 7 yang berbunyi “dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil kepala daerah yang berasal  dari calon perseorangan karena meninggal dunia, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya selama 6 (enam) bulan secara terus menerus dalam masa jabatannya dan masa jabatannya masih tersisa 18 (delapan belas) bulan atau lebih, kepala daerah mengajukan 2 ( dua ) orang calon wakil kepala daerah untuk dipilih oleh rapat paripurna DPRD”. Ayat tersebut memberikan hak frerogatif kepada bupati yang berasal dari calon perseorangan untuk mengajukan 2 calon, tanpa memperhatikan usulan parpol. Berbeda dengan Bupati yang pada saat pencalonannya diusung oleh parpol,  diatur  UU 12/2008 pasal 26 ayat 6. Bupati yang berasal dari calon perseorangan diberikan keleluasaan oleh Undang-undang untuk mengajukan 2 orang calon wakil kepala daerah meski dengan pertimbangan subjektifitasnya. Demikian disampaikan Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Garut, Dadang Sudrajat, S.Pd, saat ditemui di kantornya.
Ditambahkannya, pengajuan 2 orang calon wakil kepala daerah bukan hal yang mudah, dimana banyak  pelamar untuk mengisi kekosongan jabatan wakil kepala daerah,  apalagi  pihak kepala daerah telah mengekspos bahkan mengundang para pelamar  calon wakil kepala daerah  untuk  segera   melengkapi persyaratan. Adanya arahan dari pihak kepala daerah kepada para pelamar untuk memenuhi persyaratan, sebagaimana diatur dalam UU 12 tahun 2008 pasal 58, secara tidak langsung merupakan pengakuan dari bupati terhadap para pelamar sebagai calon Wakil Bupati. “Hal tersebut mempersulit bupati   dalam menentukan 2 calon wakil kepala daerah,  karena saat para pelamar sudah memenuhi persyaratan secara normatif, Bupati  dituntut untuk memilih 2 orang calon dengan parameter yang  dapat dipertanggungjawabkan,” ujar Dadang.
Sadar akan sulitnya memilih 2 calon wakil kepala daerah dari sekian banyak pelamar yang sudah terlanjur diarahkan untuk memenuhi persyaratan, tambah Dadang, kepala daerah Kabupaten Garut memberikan syarat subjektifitasnya, yaitu para pelamar diharuskan  mendapat dukungan 3 parpol yang memiliki kursi di DPRD Kabupaten Garut. Langkah tersebut bisa dipahami  sebagai jalan keluar bagi Bupati dalam menyeleksi para pelamar yang telah memenuhi persyaratan normative, karena UU tidak memberikan aturan spesifik tentang kriteria dan mekanisme rekrutmen calon wakil bupati. “Bupati telah memberikan syarat khusus yang terukur   bagi calon wakil bupati, harus memenuhi persyaratan mendapat dukungan dari 3 parpol di DPRD, supaya persyaratan itu dapat mengikat para bakal calon wakil bupati dalam proses rekrutmen yang dilakukan kepala daerah. Sebaiknya syarat itu dilegitimasi supaya memiliki kekuatan hokum, sehingga bakal calon memiliki kewajiban memenuhi aturan tersebut,” tambahnya.
Persyaratan yang diajukan bupati tersebut, lanjut Dadang, tidak menutup kemungkinan  adanya penolakan karena persyaratan tersebut tidak diatur dalam  regulasi  yang mengatur tentang syarat calon wakil bupati, sebagaimana diatur dalam PP 49 tahun 2008 pasal 38. Bupati harus memiliki argumen hukum kenapa memberikan syarat kepada calon Wakil Bupati harus didukung oleh parpol bukan dukungan yang diperoleh sebagaimana pola dukungan yang diatur  UU 12 tahun 2008 pasal 59 ayat 2b, 2d, dan 2e, meski  jumlah dukungan tidak sebanyak seperti diatur pasal tersebut berhubung Bupati pada saat pencalonan diusung dari jalur perseorangan. Alasan bupati mensyaratkan 3 dukungan parpol untuk memperkuat dukungan politik dari DPRD bukanlah alasan yang tepat, karena selama ini publik melihat tidak ada upaya DPRD Garut dalam mengoyang posisi Bupati dan Wakil Bupati, hal tersebut bisa dilihat dari alasan Dikcy Candra mengundurkan diri dari jabatan Wakil Bupati, bukan karena alasan tidak adanya dukungan politik dari DPRD tapi karena masalah internal. Hak Bupati memberikan syarat subjektif kepada para bakal calon, tapi jangan sampai persyaratan itu sebagai transfer masalah kepada DPRD.
“Apabila parpol yang ada di DPRD Garut mau mengikuti  ritme subjektifitas Bupati, sebenarnya syarat dukungan 3 parpol tidaklah tepat karena dari sembilan parpol yang memiliki kursi di DPRD ( demokrat, Golkar, PPP, PDIP, PKS, PAN, PKB, Hanura, Gerindra ) berpeluang bisa melahirkan 3 calon Wakil Bupati, sedangkan yang dibutuhkan 2 orang calon Wakil Bupati kalau itu terjadi akan mempersulit dan menambah masalah bagi Bupati. Apabila  Bupati dan parpol yang memiliki  kursi di DPRD sepakat untuk menentukan 2 calon Wakil Bupati harus mendapatkan dukungan parpol,  janganlah dihitung dari jumlah parpol, tapi akan lebih tepat bila bupati melihat presentasi jumlah kursi atau akumulasi perolehan suara parpol, sebagaimana syarat calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang berasal dari parpol  ( UU 12 tahun 2008 pasal 59 ayat 2 ),” jelas Dadang.
Tambahnya lagi, DPRD lebih baik berkonsentrasi untuk mempersiap penyelenggaraan pemilihan sabagaimana yang ditugaskan oleh UU 12 tahun 2008 pasal 42 ayat 1e. Apabila  parpol yang memiliki kursi di DPRD memberikan dukungan sebagaimana yang dipersyaratkan oleh Bupati kepada calon Wakil Bupati, hal tersebut akan bertolak belakang dengan tatib pemilihan Wakil Bupati Garut sebagai produk DPRD. Bupati lebih baik berani mengambil keputusan dengan mengajukan 2 calon Wakil Bupati dengan memanfaatkan perlindungan UU terhadap hak subjektifitasnya, ketimbang memberikan persyaratan calon Wakil Bupati yang tidak dilandasi UU atau aturan yang secara hirarki berada diatas aturan atau keputusan Bupati. (Tata E. Ansorie)***