Senin, 13 Agustus 2012

Memo Hermawan Buka Bersama Ratusan Kader PDIP Kabupaten Garut

SUASANA Hotel Augusta di Jalan Cipanas, Tarogong Kaler, Minggu (12/8) petang kemarin lain dari biasanya. Loby hotel tersebut tampak penuh sesak oleh ratusan kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Mereka adalah jajaran DPC, PAC, dan Satgas partai yang sengaja diundang oleh anggota Fraksi PDIP DPRD Provinsi Jawa Barat, Memo Hermawan, untuk menggelar acara buka bersama.
Keakraban mantan Wakil Bupati Garut peroide 2004-2009 ini dengan para kader militan PDIP Kabupaten Garut begitu kentara. Salam hangat dan canda tawa senantiasa menghiasi obrolan mereka. Kegiatan yang melibatkan jajaran pegurus DPC dan PAC tersebut, merupakan pertemuan pertama semenjak Memo Hermawan menjabat anggota legislatif Provinsi Jabar. Tidaklah heran, suasana kangen-kangenan lebih dominan dalam pertemuan ini.
Menurut Memo, sebenarnya kegiatan ini merupakan agenda tahunan partai setiap bulan Ramadhan. Sebagai umat muslim, kita memang berkewajiban turut menyemarakkan bulan yang penuh berkah ini dengan berbagai kegiatan positif untuk meningkatkan dakwah ukhuwah islamiah.
"Alhamdulillah, Allah SWT masih memberikan kesempatan kepada kita semua bertemu kembali dengan bulan Ramadhan yang penuh berkah ini. Jadi sudah sewajarnya kita mensyukurinya dengan dengan memperbanyak silaturahmi," ungkap Memo Hermawan kepada GE, di sela kegiatan.
Lebih jauh Memo mengatakan, pertemuan ini sekaligus untuk membuktikan bahwa Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan tidak pernah melupakan rakyat. Sebab, PDIP dibangun oleh kekuatan rakyat. Tidaklah heran, pertemuan tersebut didominasi oleh wong cilik yang selama ini begitu militan dalam membela kebesaran partai berlambang banteng bermoncong putih dalam lingkaran ini.
Memo berharap, pertemuan ini bisa lebih meningkatkan rasa kekeluargaan antara dirinya dengan para kader PDIP di kota dodol. Sekaligus, juga sebagai ajang untuk menyerap aspirasi yang belum sempat terungkap dalam setiap kegitan resesnya ke daerah. "Tetapi kegiatan ini lebih kita fokuskan untuk menyemarakkan bulan Ramadhan. Mudah-mudahan Allah SWT memberikan rahmat dan karuniaNya bagi kemajuan partai kami di waktu ke depan," ungkapnya. (Tata E. Ansorie)***

Senin, 06 Agustus 2012

G3 dan Galaksi: "Soal Mobdin Wabup DPRD tak Punya Nyali" Kasus Mobdin dan Perempuan Misterius Dibiarkan

KOTA, (GE).-  Sejumlah elemen masyarakat mendesak agar DPRD Garut mengambil sikap tegas terkait kasus dugaan penyalahgunaan mobil dinas Wakil Bupati Garut yang dipinjam oleh Bupati Garut H. Aceng HM Fikri yang kemudian mengalami kecelakaan tabrakan beruntun di jalan tol Cipularang, Juni lalu.
Pada saat tabrakan, mobil dinas tersebut dikemudikan seorang perempuan muda yang diketahui bernama Puti Harissa Pratidhina.
Koorlap G3 (Gerakan Garut Menggugat) Zam-zam Jumantara menilai pihak DPRD terkesan menutup mata atas permasalahan mobdin wabup. Oleh karena itu, menurut Zamzam, jangan salahkan jika kemudian ada masyarakat yang menganggap bahwa DPRD tak punya nyali untuk mengusut kasus tersebut.
"Padahal sesuai dengan salah satu fungsinya yakni pengawasan, DPRD harus serius menyikapi permasalahan mobdin wabup ini," kata Zamzam.
Masih dikatakan Zam-zam, pihak dewan pun harus punya keberanian untuk membuka identitas wanita mabuk yang mengemudikan mobil dinas Wakil Bupati Garut tersebut.
"Siapa wanita yang mabuk itu sehingga bisa menggunakan mobil dinas Wakil Bupati Garut," katanya seraya menambahkan, kalau memang ada bukti pelanggaran tentang penyalagunaan pemakaian mobil dinas, maka pihak berwenang pun harus bergerak cepat untuk melakukan pengusutan secara hukum.
Penilaian bahwa DPRD tak memiliki keberanian untuk mengungkap kasus mobil dinas wakil bupati, diungkapkan juga Ketua Galaksi, H. Jacky Sirad. Menurutnya, DPRD Garut tidak punya nyali dan peka terhadap kondisi yang ada. Semestinya, DPRD secepatnya memangggil bupati untuk meminta klarifikasi tentang kejadian tersebut.
Menurut Jacky, kecelakaan mobdin bukan sekedar isu, melainkan benar-benar terjadi. Buktinya, kendaraan mobil dinas wabup yang mengalami kecelakaan itu, saat ini sedang diperbaiki di salah satu bengkel di Jl. Cimanuk, Garut. Bukti lain, tambah Jacky, kehadiran pengemudi lain asal Bandung korban tabrakan beruntun di tol Cipularang tersebut. Ia meminta pertanggungjawaban Bupati Garut karena perempuan yang mengemudikan mobil dinas itu tidak mau bertanggung jawab.
“Ini menyangkut fasilitas pelayanan publik, apalagi pengemudinya seorang perempuan yang bukan pegawai pemerintah daerah. DPRD Garut mesti mengambil sikap, gunakan fungsi pengawasannya. Jangan hanya berdiam diri, seperti tidak ada nyali,” ujar Jacky, saat ditemui, Kamis (2/8).
Masih menurut Jacky, bila perlu DPRD menggunakan hak interplasinya, memanggil bupati dan meminta keterangan secara resmi. Hal itu perlu dilakukan mengingat selain mobdin digunakan di luar peruntukkannya, juga ada masalah lain yakni mobil itu digunakan oleh seorang perempuan yang tidak jelas statusnya.
“Ini sudah melukai rakyat dan pemerintah daerah pun tercoreng oleh tindakan yang tidak beretika. Kejadian ini harus diusut tuntas, jangan dibiarkan begitu saja,” tegasnya.
Ketua Forum Mantan Kepala Desa (FMKD) Kabupaten Garut, Abdul Fatah, mengatakan hal yang sama. Abdul Fatah mendesak agar DPRD khususnya Komisi A secepatnya memanggil bupati untuk meminta klarifikasi atas mobil dinas itu.
"Dan bila memang terbukti mobil itu dipakai oleh orang lain maka Komisi A harus mengambil langkah tegas untuk menindaklanjutinya," jelasnya.
Namun Abdul Fatah yang mantan kepala Desa Sukarasa, Kecamatan Pangatikan, itu menyesalkan sikap dewan yang menurutnya sampai saat ini tidak memiliki keberanian menyikapi permasahan tersebut. (Tata E. Ansori/NRH)


DPRD Siap Gunakan Hak Interplasi

Menanggapi desakan masyarakat soal mobil dinas wakib bupati, Wakil Ketua DPRD Garut, Ir. Lucky Lukmansyah Trenggana menyatakan pihaknya dalam waktu dekat akan segera meminta keterangan kepada bupati. "Insiden ini merupakan kejadian yang memang harus dipertanggungjawabkan oleh bupati," ujar Lucky.
Lucky mengaku pihak DPRD akan melakukan insvestigasi awal untuk menelusuri kasus mobil dinas wakil bupati. "Kalau memang indikasinya kuat mobil tersebut dipakai oleh orang lain dengan keadaan mabuk, maka pihak DPRD akan menggunakan hak interplasi,“ tegasnya.
Lucky pun berjanji akan segera meminta klarifikasi kepada bagian asset Pemkab Garut. Pasalnya menurut Lucky, insiden mobil dinas wabup merupakan keteledoran pihak Pemkab Garut terutama bagian aset. "Bagaimana tidak, mobil dinas Wakil Bupati Garut kok bisa dipakai oleh orang lain. Mobil saya saja tidak bisa dipakai oleh keluarga, karena mobil dinas yang saya pakai merupakan atribut jabatan yang harus dipertanggungjawabkan,“ katanya.
Hal yang sama diungkapkan anggota DPRD dari Partai Demokrat, Ir. Endang Kahfi, MM. Ia menyatakan setuju apabila kejadian itu diusut tuntas. Menurutnya, pengusutan dilakukan agar peristiwa serupa tidak terjadi kembali di kemudian hari. “Bagi saya, ini harus diusut tuntas agar pegawai pemerintah tidak melakukan hal serupa,” katanya. (Tata E. Ansorie/NRH)***

Servisnya Dibebankan ke APBD

ADA informasi lain yang diterima Ketua LSM Laskar Indonesia, Dudi Supriadi mengenai mobil Dinas Wakil Bupati Garut tersebut. Selain identitas wanita mabuk yang menggunakan mobil tersebut mulai sedikit terkuak dan adanya warga Bandung yang meminta pertanggungjawaban bupati atas insiden tabrakan beruntun di Tol Cipularang, juga ada informasi bahwa mobdin jenis Fortuner Silver Nopol Z 1205 PN keluaran tahun 2011 tersebut, biaya servisnya diduga menelan biaya Rp 60 juta. Sementara biaya tersebut dibebankan ke APBD Garut.
Dudi menyatakan, DPRD perlu melakukan pengawasan atas biaya perbaikan mobdin wakil bupati yang saat ini sedang diservis karena mobdin digunakan di luar kepentingan kedinasan. “Uang rakyat jangan sampai digunakan seenaknya. Penting DPRD melakukan pengawasan, sebab penggunaan mobdin tersebut dalam kepentingan pribadi,” ujarnya. (Tata E Ansori/NRH)***

Selasa, 24 Juli 2012

Memo, Usulkan Rp 150 Miliar untuk Garut

TARKA, (GE).- Untuk pembangunan di Kabupaten Garut pada tahun 2013, anggota DPRD Provinsi Jawa Barat dari F-PDI Perjuangan Memo Hermawan mengusulkan anggaran Rp 150 miliar kepada Pemerintah Provinsi.
Dana tersebut di antaranya digunakan untuk Penerangan Jalan Umum (PJU) sebesar Rp 13 miliar, revitalisasi kehidupan nelayan Rp 5 miliar, pembangunan lima SMP swasta Rp 7,5 miliar (masing-masing SMP Rp 1,5) dan sebagainya.
"Mudah-mudahan terealiasi sehingga pada tahun 2013 dana tersebut bisa diaplikasikan di lapangan," ujar Memo Hermawan kepada GE di Hotel Agusta.
Mantan Wakil Bupati Garut itu menjelaskan, ia memprioritaskan pembangunan PJU karena sepanjang pengamatannya jalan-jalan di wilayah Kabupaten Garut kondisinya banyak yang gelap jika malam hari tiba. "Kondisi itu selain mengakibatkan rawan kecelakaan juga mengakibatkan rawan tindak kriminal. Oleh karenanya saya tergerak untuk mengusulkan pembangunan PJU dengan nilai yang cukup besar," jelasnya.
Sementara itu terkait bantuan untuk para nelayan, Memo menambahkan, Kabupaten Garut memiliki pantai terpanjang dibanding kabupaten lain di Jawa Barat, yakni sekitar 45 km.
"Dengan kondisi itu, maka jumlah nelayan di Kabupaten Garut cukup banyak, akan tetapi nasib mereka kurang terperhatikan," ujarnya.
Bantuan untuk nelayan tersebut, lanjut Memo, di antaranya bantuan sarana melaut seperti jaring, kemudian bantuan teknologi budidaya ikan dan bantuan teknologi bantuan pengolahan ikan hasil tangkapan.
"Yang jadi masalah nelayan Garut di antaranya bukan hanya sarana prasarana melaut yang masih sederhana, tapi juga minimnya tekologi pengelolaan ikan hasil tangkapan. Ikan hasil melaut, bisa saja diolah dulu agar memiliki nilai tambah. Nah teknologi itu yang kurang dikuasai oleh nelayan kita," kata Memo.
Sedangakan bantuan untuk lima SMP swasta Memo menngatakan, hingga saat ini sekolah swasta masih banyak yang termarjinalkan sehingga kurang terperhatikan oleh pemerintah. "Maka siapa lagi yang akan peduli jika bukan kita," katanya.
Bantuan tersebut, lanjut Memo, di antaranya untuk rehab ruang kelas sehingga para siswa dan guru bisa melaksanakan kegiatan belajar mengajar dengan nyaman.

Jalan desa terabaikan

Memo pun menyoroti pembangunan jalan desa. Menurutnya, jalan provinsi dibangun oleh Pemerintah Provinsi, jalan kabupaten dibangun oleh Pemerintah Kabupaten, sementara jalan desa dibangun oleh siapa?
"Hal ini masih tanda tanya. Padahal jalan desa harus diperkuat mengingat fungsinya yang vital bagi masyarakat desa terutama di pelosok," ujarnya.
Terkait hal itu, Memo berharap Bupati Garut segera membuat program untuk membangun jalan desa. "Dananya bisa bersumber dari Pemerintah Provinsi, Pusat maupun Pemkab," katanya. (Tata E Ansori/ES)***

Golkar Garut Segera Gelar Musdalub Lanjutan, Kemungkinan Digelar di Bandung

Golkar Garut Segera Gelar Musdalub Lanjutan, Kemungkinan Digelar di Bandung

KOTA, (GE).- Pascadeadlocknya Musyawarah Daerah Luar Biasa (Musdalub) beberapa waktu lalu, musdalub lanjutan Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Golkar Garut berikut akan segera digelar kembali.
Terkait rencana ini, Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar telah melayangkan surat bernomor : B.564/Golkar/4/012 yang menyatakan seluruh jajaran yang berkepentingan di Kabupaten Garut diminta tidak bertindak sebelum ada keputusan dari DPP lebih lanjut. Artinya, pihak-pihak yang berkepentingan harus menunggu keputusan DPP mengenai kapan musdalub tersebut dilakukan.
Demikian disampaikan Ketua DPC Ormas MKGR, Asep Hendra Bakti, A.Md, saat ditemui di Sekretariat DPD Partai Golkar Garut, Kamis ( 19/7).  Menurutnya, selain membahas akan digelar musdalub lanjutan, surat tersebut juga mempersilakan musdalub lanjutan digelar di tingkat DPP Jawa Barat (Bandung) apabila kondisinya tidak memungkinkan untuk dilaksanakan di Kabupaten Garut.
“Ya, DPP menyarankan agar musdalub lanjutan digelar di tingkat DPD Jawa Barat, apabila memang tidak memungkinkan dilaksanakan di Garut,” ujarnya.
Menurut Asep, soal tempat pelaksanaan musdalub lanjutan memang masih menjadi polemik di jajaran pengurus, baik di tingkat DPD Garut maupun tingkat Pengurus Kecamatan (PK). Oleh karena itu agar ada keputusan bulat, soal itu akan dibawa pada rapat pleno yang akan digelar Senin (23/7) ini.
“Apakah pelaksanaannya di Garut atau di Jawa Barat, itu akan diputuskan di rapat pleno. Rapat pleno itu sendiri hanya melibatkan pengurus DPD Garut saja,” kata Asep.

Bursa calon dibuka kembali

Terkait calon Ketua DPD Partai Golkar Garut, menurut Asep, panitia musdalub lanjutan akan mengulangnya kembali dan membuka pendaftaran untuk menjaring sejumlah nama.
"Bisa saja calon yang kemarin di musdalub tampil kembali atau ada yang lainnya mencalonkan diri," kata Asep.
Sementara itu, salah seorang kader Golkar, Diky Rustandi, berharap Musdalub lanjutan yang akan digelar benar-benar sesuai AD/ART, sehingga pelaksanaannya berjalan dengan baik. Dicky tidak berharap musdalub lanjutan menemui kegagalan kembali sebab hal itu akan berdampak buruk bagi Partai Golkar.
Seperti diketahui, DPD Partai Golkar pada Senin (9/4) lalu menggelar Musdalub di Gedung Lasminingrat. Tetapi pelaksanaan musdalub tidak berjalan baik sehingga terjadi deadlock. Buntutnya, unsur pimpinan DPD Partai Golkar Kab. Garut, Orsomendi dan sayap Partai Golkar, mendesak Dewan Pimpinan Pusat (DPP) menurunkan tim pencari fakta untuk menelusuri latar belakang terjadinya kericuhan di Musdalub tersebut. Bahkan, DPP Partai Golkar didesak pula memberikan sanksi administrasi kepada pengurus apabila ditemukan kesalahan yang disengaja sehingga musdalub tersebut deadlock.
Keterangan lain menyebutkan, kewenangan untuk melaksanakan Musdalub di tubuh DPD Partai Golkar Garut berada di tangan DPD Provinsi. Namun terkait pelaksanaan Musdalub pada April lalu yang berakhir ricuh, maka kewenangan DPD Provinsi Jawa Barat tersebut kini berada di bawah pengawasan DPP. Hal itu terlihat bunyi surat yang dilayangkan DPP yang menyatakan bahwa DPD Partai Golkar Jawa Barat selaku pemegang pelaksana (musdalub), berdasarkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART), harus memohon izin ke DPP untuk segala  sesuatunya. (Tata E. Ansorie)***


Minggu, 22 Juli 2012

Berkaitan dengan Penyalahgunaan Mobdin, Dicky Chandra : "Saya Malu dan Sakit Hati"

KOTA, (GE).- Mantan Wakil Bupati Garut, Rd. Dicky Chandranegara, mengaku kecewa mendengar berita penyalahgunaan bekas mobil dinasnya ramai diberitakan media massa. Bahkan, ia menandaskan dirinya merasa sakit hati, sedih dan malu. Sebab, sejak berita tabrakan beruntun yang melibatkan bekas mobil dinasnya yang digunakan oleh seorang perempuan bernama Puti Harissa Pratidhina, Dicky banyak mendapat pertanyaan dari berbagai pihak, termasuk kolega dan para simpatisannya.
"Banyak yang bertanya kepada saya, soalnya mobil dinas tersebut pernah saya gunakan," kata Dicky melalui pesan singkat yang dikirimkan kepada GE, Minggu (22/7) malam.
Lebih jauh Dicky mengungkapkan, dirinya tidak habis pikir mengapa mobil dinas tersebut bisa digunakan oleh perempuan yang bukan pegawai Pemkab Garut. Terlebih, bila mengingat ungkapan pihak-pihak yang mengkritisinya ketika ia menyatakan mengundurkan diri tempo hari. Menurut Dicky, sebelum SK pemberhentian turun, mobil tersebut sudah ia kembalikan. Bahkan, rumah dinas pun terpaksa ia tinggalkan. "Karena ada yang bilang tidak pantas pejabat yang sudah mundur masih memakai fasilitas negara. Itu kan tahun 2011, sementara tabrakan tahun 2012,” tandas Diky Candra.
Diky juga mengatakan, Bupati sempat bicara terhadap dirinya melalui seseorang, kalau dirinya banyak akting. Jika benar begitu, kata Diky, ia balik bertanya, "Yang banyak akting itu siapa? Siapa yang mengaku mengabdi tetapi sebenarnya cuma memperkaya diri?" tanyanya.
Menyikapi kejadian tersebut, Dicky juga meminta agar Gubernur Jabar, Ahmad Heryawan, segera memberikan pembinaan kepada Bupati Garut, Aceng HM Fikri. Sebab, itu merupakan tugas Gubernur sebagai atasan Bupati. “Saya mohon Gubernur membaca Permendagri dan Undang-undang. Gubernur melalui Wakil Gubernurnya, harus membina bupati/walikota. Tolong cross chek perilaku bagi yang menyalagunakan mobil dinasnya dan perilaku kepada lainnya,” ujar Diky.
Dicky juga menyampaikan kritikannya kepada DPRD Garut yang dinilai hanya berdiam diri dalam menyikapi permasalahan tersebut.
Menurutnya, sebagai pengawas pemerintahan, DPRD Garut seharusnya tidak berdiam diri. Setidaknya, kata Dicky, pihak DPRD segera mempertanyakan hal itu kepada Bupati. Sebab, ini berkaitan dengan penggunaan fasilitas negara yang tidak boleh digunakan oleh sembarang orang. Apalagi mobil tersebut dibeli dari uang rakyat.
Diky menegaskan, dirinya tidak mengenal wabup baru, bahkan bertemu pun belum pernah. Namun ia meyakini, kalau wabup baru tidak menggunakan mobil tersebut. “Nama Puti, rasanya sudah lama saya dengar sebelum ada wabup baru. Makanya, Bupati harusnya segera menyampaikan klarifikasi. Termasuk mengenai jual beli kursi wabup. Maaf jika saya begini karena menyangkut nama saya, mulai dari kursi yang diperjualbelikan, sampai masalah mobil dinas yang disalahgunakan,” katanya. (Farhan FN)***

Senin, 16 Juli 2012

Penyalahggunaan Mobdin Termasuk Korupsi

KOTA, (GE).- Komandan Lembaga Pembinaan Potensi Pendukung Kekuatan Pertahanan Keamanan Negara RI Markas Daerah Garut (LP3KPKNRI), H. Wawan MS, SH, meminta DPRD Garut memanggil Bupati Aceng HM Fikri, S.Ag. Pemanggilan dimaksud, terkait pengaduan salah seorang warga Kecamatan Ngamprah Bandung, Muhamad Ishaq, yang menuntut pertanggungjawaban Bupati Garut atas kecelakaan tabrakan beruntun di Jalan Tol Cipularang yang melibatkan tiga kendaraan roda empat, salah satunya diduga mobil dinas Wakil Bupati Garut.
H. Wawan menilai, kejadian tersebut merupakan bagian pelanggaran karena menyalahi aturan. Alasanya, seperti informasi yang beredar di masyarakat, mobdin Wakil Bupati jenis Toyota Fortuner silver metalik bernopol Z 1205 PN yang sudah lama dipinjam Bupati, dikendarai oleh orang yang bukan kewenangannya di luar kedinasan. Parahnya lagi, pengendara mobdin Wakil Bupati Garut itu ternyata seorang perempuan yang diketahui identitasnya bernama Puti Harissa Pratidhina, warga jalan Sukamulya Indah No. 1-II, Kelurahan Sukagalih, Kecamatan Sukajadi, Kota Bandung. Ia bukanlah pegawai Pemkab Garut.
“Fasilitas negara termasuk mobil dinas (mobdin) harus digunakan untuk kepentingan pelayanan kepada masyarakat. Bila fasilitas negara digunakan di luar kepentingan kedinasan, maka aparat tersebut harus diberi peringatan. Fasilitas negara ini dibiayai APBD. Termasuk bahan bakar minyak (BBM) yang digunakan untuk mobil dinas. Karenanya, mobdin ini harus benar-benar digunakan untuk kepentingan masyarakat,” ujar H. Wawan, ketika ditemui, Jumat (13/7).
Ditambahkannya, semestinya DPRD Garut jangan diam saja. Kalau sudah menerima informasi tersebut, mestinya segera memanggil Bupati untuk dimintai keterangan. Kata H. Wawan, persoalan ini jangan dianggap sederhana. Sebab, penyalahggunaan fasilitas negara seperti halnya mobil dinas termasuk katagori korupsi, karena melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2000.
“Menggunakan fasilitas negara seperti mobil dinas untuk kepentingan pribadi, itu merupakan bagian dari bentuk korupsi. Ini tidak hanya berlaku untuk pejabat kepala daerah saja, pokoknya semua aparatur pemerintah yang difasilitasi mobdin mesti digunakan sesuai aturan,” tandasnya.
Selama digunakan untuk kepentingan dinas, imbuhnya lagi, baik pada jam kerja maupun di luar jam kerja, maka itu tidak jadi masalah karena memang sudah diatur kedudukan dan hak protokolnya. Yang jadi permasalahan, apabila kendaraan dinas tersebut digunakan untuk hal-hal yang tidak ada kaitannya dengan kedinasan atau kepentingan pribadi. Tentu perlu ada pengawasan terhadap kendaraan dinas yang digunakan di luar kedinasan ini.
"Maka di situ peran inspektorat untuk mengawasi penggunaan fasilitas negara, apakah sudah sesuai dengan fungsinya atau tidak. Lihat saja, masih banyak ditemukan tiap hari libur kendaraan plat merah berlalu lalang di jalan. Bahkan tidak sedikit digunakan liburan bersama keluarganya,” tutur H. Wawan, seraya menambahkan, kalau ada mobil dinas yang dipakai di luar tupoksi, itu harus diingatkan, mulai lisan, tulisan hingga sanksi yang sudah diatur sesuai peraturan perundangan.
Sementara itu, terkait kronologis kecelakaan mobil dinas wakil bupati yang dikendarai perempuan bernama Puti Harissa Pratidhina, seperti diceritakan Muhamad Ishaq, kejadiannya pada 11 Juni 2012 lalu. Kata Ishaq, sekitar pukul 15.00 WIB, ketika itu dirinya tengah melaju di ruas tol Cipularang dari arah Bandung menuju Jakarta dengan menggunakan mobil Microbus KIA Pregio Silver Metalik bernopol D 7875 AI. Dari arah depan terlihat sebuah mobil Toyota Corolla abu-abu metalik bernopol B 2254 KQ yang dikemudikan Sumardi, Mobil tersebut sama tengah melaju ke arah Jakarta. Ketika melintas di KM 100.400.8, terlihat ada pekerjaan jalan di lajur satu. Ishaq dan Sumardi pun mengurangi kecepatan kendaraannya. Tiba-tiba dari arah belakang, meluncur sebuah mobil minibus Toyota Fortuner silver metalik bernopol Z 1205 PN yang dikemudikan seorang perempuan bernama Puti Harissa Pratidhina. Karena kurang bisa mengantisipasi jaga jarak sehingga langsung menabrak mobil Microbus KIA Pregio yang dikemudikan Ishaq. Ketika diperiksa petugas, ternyata Puti tidak memiliki surat izin mengemudi (SIM) dan sedang dalam keadaan mabuk saat mengemudikan kendaraan. (Tata E. Ansorie)***


Minggu, 08 Juli 2012

Menanti "Goodwill" Bupati, Pengkolan Makin Semrawut


KOTA, (GE).- Suasana kota Garut khususnya wilayah Pengkolan yang menjadi titik pusat kota, sungguh tidak enak dipandang mata. Tidak sedikit masyarakat mengeluh dengan kondisi Pengkolan saat ini yang begitu semerawut. Hampir seluruh badan jalan di Jl. Ahmad Yani, mulai batas Jalan Cikuray hingga batas Jalan Bratayuda, selain dipadati pedagang kaki lima juga disesaki parkir kendaraan bermotor yang tidak teratur. Akibatnya, laju kendaraan yang melintas di jalan tersebut kerap terhambat. Begitu juga para pejalan kaki. Mereka merasa tidak nyaman, karena trotoar yang seharusnya menjadi hak pejalan kaki sudah sulit dilalui akibat menjamurnya pedagang kaki lima yang menyesaki trotoar.
“Jika tidak segera diatasi, kondisi kota Garut akan semakin parah. Lihat saja depan Alun-alun dan Masjid Agung sudah mulai ditempati pedagang kaki lima. Hampir semua jalan di pusat kota bertaburan pedagang, kecuali Jl. Bank depan Kodim Garut yang masih tampak bersih,” ujar Lia (40), salah seorang guru yang beralamat di Kelurahan Paminggir, Kecamatan Garut Kota.
Keprihatinan pun diungkapkan Maman (48), warga Ciledug. Menurutnya, pemerintah terkesan membiarkan kondisi tersebut. Sekalipun ada penertiban, semata-mata hanya untuk meraih sebuah adipura. Dan itu pun hanya dilakukan sementara. Padahal, kata Maman, kota Garut merupakan kota kecil yang tentunya bisa dibenahi, baik soal pedagang maupun perparkirannya. “Citra pusat kota Garut sudah mulai hilang, sebab saat ini sudah seperti kesemrawutan di pasar. Sebaiknya bupati segera turun tangan, kembalikan kota Garut seperti semula. Lihat bupati-bupati sebelumnya, mulai dari  Pak Taufik Hidayat, Pak Dede Satibi, hingga Pak Agus Supriadi, perhatian terhadap kondisi kota Garut tetap dilakukan. Bahkan, pada masa Bupati Agus Supriadi, sempat menempatkan khusus lokasi parkir di Jl. Mandalagiri,” jelasnya.
Sekjen Garut Education Watch, Sony MS, menilai, kesemrawutan Pengkolan secara tidak langsung bisa memberikan implikasi negatif terhadap dunia pendidikan. Sebab, setiap hari para siswa menyaksikan bagaimana pembiaran terhadap para pelanggar Perda K3 terus terjadi. Tanpa pemberian sanksi, atau bahkan teguran sekalipun terhadap para pelanggarnya.
Padahal, di sekolah, mereka selalu dijejali wejangan-wejangan dari para gurunya, agar senantiasa hidup tertib dan taat aturan di manapun berada. "Karena itu, ini menjadi sebuah ironi bagi para guru. Di satu pihak, guru mendidik para siswa agar hidup tertib dan selalu menaati aturan, tetapi ketika berada di tengah masyarakat mereka disuguhi kenyataan yang sebaliknya," kata Sony MS.
Menurut Sony, sebenarnya soal penataan kawasan Pengkolan tinggal ada goodwill dari Bupati. Sebab, ternyata para PKL yang selama ini selalu dituding sebagai biang kesemrawutan, justru sudah membuka diri untuk ditertibkan. Sekalipun Dinas Pertacip dan Dinas Perhubungan memiliki konsep yang hebat, tanpa adanya keinginan dari bupati untuk membenahi kondisi pusat kota, itu hanya akan menjadi rencana yang sia-sia.
Sementara Anggota Komisi A DPRD Garut, Ir. Asep Bin Achlan, mengakui apabila kondisi kota Garut saat ini cukup semerawut. Kata Asep, saat ini di komisinya pun akan mempersiapkan Peraturan Daerah penataan kota Garut, termasuk di dalamnya mengatur tentang pedagang kaki lima. “Saat ini kami sedang membahas perda tentang bangunan gedung. Sementara perda penataan kota pun sebenarnya akan dipersiapkan, hanya memang ada sedikit kendala,” ujar Asep, tanpa menyebutkan alasan kendala tersebut. (Tata E. Ansorie/Din Haerudin)***  


Pelantikan DPD Gema Sunda Kabupaten Garut, "Jangan Malu Menjadi Orang Sunda "


KOTA, (GE).- Tak bisa dipungkiri bahwasanya Kabupaten Garut khususnya, dan Jawa Barat pada umumnya sudah menjadi bagian dari perkembangan kemajuan zaman yang tidak terbantahkan dan tidak dapat dihindari. Adalah suatu kebanggaan tersendiri apabila daerah yang kita tinggali menjadi lebih maju. Namun dibalik kemajuan yang diraih, ada rasa khawatir karena budaya dan identitas budaya sunda baik disadari maupun tidak, mulai dilupakan dan ditinggalkan. Atas  dasar itulah DPD Gema Sunda Kabupaten Garut, berupaya membangun kebersamaan agar orang sunda di Kabupaten Garut dapat “Sareundeuk Saigel Sabobot Sapihanean”, melestarikan warisan budaya sunda.
“Kita malu menjadi orang sunda. Mari bersama-sama mengembalikan kembali budaya sunda yang nyaris terlupakan. Bahasa pengantar di rumah sudah tidak lagi menggunakan Basa Sunda tetapi cenderung menggunakan Bahasa Indonesia. Walaupun para orang tua dua-duanya Urang Sunda, pituin dan tinggal di lingkungan urang sunda. Mereka lebih bangga dan meureun akan merasa lebih terpelajar dan berkelas berkomunikasi menggunakan Bahasa Indonesia. Inilah yang menjadi motifasi kita untuk membangun kembali kearifan lokal kita,” ujar Ketua DPD Gema Sunda Kabupaten Garut, pada pelantikan atau istrenan pengurus DPD Gema Sunda Kabupaten Garut di Gedung Lasminingrat, Minggu, (8/7).
Sementara tokoh budaya Garut, Cecep R. Rusdaya, menyampaikan rasa bangganya atas terbentuknya pengurus DPD Gema Sunda di Kabupaten Garut, apalagi para penggiat di Gema Sunda terdiri dari kalangan muda yang mensiratkan rasa kecintaan terhadap sunda masih besar. “Gerakan kasundaan mesti dibangun kembali. Ada yang jauh berarti dari kegiatan yang kerap kita saksikan yakni Mojang Jajaka, tetapi ada yang jauh sangat berarti selain itu yang jarang tersentuh. Kenapa tidak digelar lomba pidato bahasa sunda, sehingga dapat menyentuh langsung bagi generasi untuk melestarikannya,” jelasnya.
Adapun Ketua DPRD Garut, Ahmad Bajuri, SE, mengatakan bahwa sunda bukan sebuah suku, tetapi sebuah beradaban. Tidak sedikit nenek moyang sunda mewariskan berbagai tatanan kehidupan yang kini digunakan oleh pemerintahan, seperti otonomi daerah atau sistem perbankan yang dulu menggunakan istilah lumbung. “Rasa cinta akan tumbuh tatkala bicara sejarah, maka bicara budaya sunda, mesti memahami pula sejarahnya. Ketika sejarah dibicarakan, rasa kecintaan pun akan tumbuh pula. Mari mulai sekarang kita awali, tanpa perlu melihat kwantitas yang turut peduli di Gema Sunda ini. karena pilihannya, apakah kita akan menjadi pembaca sejarah atau pelaku sejarah. Moment ini dikemudian hari akan tercatat sebagai sejarah,” tuturnya. (Tata E. Ansorie)***

Minggu, 27 Mei 2012

Mengacalah dari Sebuah Sepakbola

KENAPA harus Diego Milito, bukan Andik Vermansyah. Kenapa pula harus Internisti, bukan Garuda di dadaku.  Yah, Stadion Gelora Bung Karno pada Sabtu (28/5) kemarin, berubah warna menjadi biru hitam. Tiga puluh dua ribu pasang mata di dalam stadion dan jutaan rakyat Indonesia menyaksikan dilayar kaca, seakan terhipnotis lupa segalanya, lupa merah putih, lupa keluarga, lupa akan kesulitan hidup, demi sebuah klub besar dunia yaitu Inter Milan.
Itulah sebuah olah raga yang namanya sepakbola. Tak ada satu negara pun yang tidak mengenal permainan si kulit bundar ini. sepakbola telah mengubah seorang anak jalanan menjadi super idola, mengubah sebuah tim kecil menjadi klub ternama dan sepakbola telah mengubah dari hobi menjadi industri.
Dalam sepakbola ternyata ada sebuah sistem aturan dan ketentuan yang harus ditaati oleh semua komponen yang ada di dalamnya, mulai pemain, wasit, pelatih dan tak terkecuali pula penonton. Komponen tersebut dibungkus dalam sebuah nama Fair Play.
Jika kata fair play dipinjam untuk sebuah pengelolaan pemerintahan yang katanya menjungjung tinggi demokrasi, tentunya akan sama-sama memiliki tanggungjawab yang harus dijaga dan dipatuhi. Dalam sepak bola memiliki peran masing-masing. Pemain harus disiplin di posisinya, tidak boleh ngacak tempat, tidak boleh kasar dan melukai lawan. Tugas wasit pun demikian, tidak boleh berat sebelah atau sengaja membantu kemenangan salahsatu tim. Sementara tugas pelatih mempersiapkan tim dan merancang strategi untuk meraih sebuah kemenangan yang bersih.
Sebuah permainan yang cantik, indah penuh sportifitas dan didukung wasit yang tegas, akan memuaskan penonton sekalipun timnya mengalami kekalahan. Pertandingan kerap berakhir ricuh, ketika fair play dikesampingkan. Ujung-ujungnya penonton marah, selain mencaci maki pemain, pelatih maupun wasit, terjadi pula tindakan pengrusakan terhadap fasilitas stadion. Tentu ini tidak mesti sepenuhnya menyalahkan penonton, apalagi lebih konyol lagi menyerang balik penonton sampai menghancurkan basecamp-nya.
Mesti disadari, penonton adalah bagian dari sebuah sistem. Sebuah tim dipersiapkan dan dirancang agar pertandingan dapat disaksikan sekaligus dinikmati oleh penonton. Sekalipun tindakan anarkis penonton tetap tidak dibenarkan, tentunya tidak akan terjadi apabila pertandingan tersebut menjunjung tinggi sportifitas dan fair play.
Demikian pula dalam sebuah pengelolaan pemerintahan. Segala bentuk rancangan program yang digulirkan, semata-mata untuk disajikan demi rakyat. Komponen eksekutif dan legislatif, tak ubahnya sebuah tim yang senantiasa ditunggu akselerasinya oleh rakyat. Mulailah bertindak fair play, karena rakyat dengan sendirinya akan mengaguminya dan mengelu-elukan, seperti halnya para ineternisti pencinta klub besar Inter Milan. Bahkan bisa pula dikagumi secara individual, layaknya Diego Milito atau Javier Zanneti yang telah merebut hati pencinta sepakbola di Indonesia.***

Tata E. Ansorie
Wapimred Garut Express


Sekda, H. Iman Alirahman, SH, MSi, Kedudukan Birokrasi Secara Politik Belum Jelas

GD. PENDOPO, (GE).- Ada hal yang menarik ketika dilaksanakan pencanangan pembangunan zona integritas menuju wilayah bebas korupsi pada Selasa (22/5) lalu, di Gedung Pendopo. Bahkan para nara sumber, seperti Asisten Deputi Pengawasan Masyarakat dan Pemberantasan Korupsi, Ir. Iskandar Hasan, M.Ec, Kementerian PAN dan Reformasi Birokrasi, Dominikus Dalu, Asisten Utama Penyelesaian Laporan Masyarakat, Ombudsman, dan Fungsional Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat KPK, Harismoyo Retnoadi, begitu serius mendengarkan pertanyaan Sekda Garut, H. Iman Alirahman, SH, Msi, dalam konteks dialog interaktif dengan nara sumber.
Dalam penyampaiannya, Iman, menilai soal kedudukan birokrasi yang tidak ada kejelasan. Menurutnya, di satu sisi Undang-undang mengatakan bahwa birokrasi harus netral, tetapi netralitas yang diberikan oleh Undang-undang itu boleh dikatakan setengah-setengah. Disatu pihak harus netral, tapi disatu pihak diberikan hak pilih.
“Bagaimana bisa menempatkan netralitas, sementara dalam dalam politik diberikan hak pilih. Kondisi ini dapat berpengaruh terhadap monopoli. Saya ingin katakan bahwa birokrasi yang netral seperti itu menimbulkan ketanggungan di tubuh birokrasi,” ujarnya.
Oleh karena itu, imbuh Iman, dirinya menyarankan pertimbangan dari Kementrian PAN, agar posisi birokrasi berada pada tempat yang benar-benar netral. Apalagi saat ini sedang dibahas Undang-undang tentang Aparatur Sipil Negara, apakah lebih baik disana dimuat biar birokrasi ini seperti TNI yang posisinya benar-benar netral. Pada akhirnya, setiap dilaksanakan pemilihan kepala daerah tidak perlu dilibatkan sebagai pemilih. Siapapun yang mau menjadi pemimpin di daerah itu, birokrasi tidak harus berhubungan, seperti jaman dulu ketika siapa yang harus menjadi bupati, birokrasi tidak mesti tahu. “Sekarang ini mohon maaf birokrasi, sehingga ini yang menyebabkan monopoli itu agak sulit untuk bisa dinetralisir, karena Undang-undangnya seperti itu. Barangkali yang paling mendasar ketika zona integritas menjadi sebuah komitmen pribadi birokrat, ini akan sangat dibantu apabila kedudukan birokrasi lepas dari berbagai kepentingan,” kata Iman.
Menanggapi pernyataan tersebut, pihak Kementerian PAN dan Reformasi Birokrasi, Dominikus Dalu, menyambut baik dan mendukung apa yang disampaikan Sekda Kabupaten Garut. Pihaknya sebenarnya sudah mengusulkan hal itu dalam pembahasan Undang-undang Aparatur Sipil Negara. “Monopoli memang tidak dapat dilepaskan, sepanjang tidak keluar dari aturan. Tetapi posisi birokrasi dalam netralitas, hal ini telah kami bahas pula agar dapat masuk dalam Undang-undang Aparatur Sipil Negara,” ujarnya. (Tata E. Ansorie)*** 

Minggu, 20 Mei 2012

Asep Maher, belum Buka Nama Anggota Dewan yang Terima Uang

KOTA, (GE).- Menindaklanjuti laporan Aliansi Masyarakat Independen Garut, terkait adanya dugaan jual beli kursi jabatan wakil bupati, Kejaksaan Negeri (Kejari) Garut telah memanggil dua orang dekat Bupati Garut, Aceng HM fikri, S.Ag. Mereka adalah Asep “Chev” Maher dan Mahmud Yunus, yang disebut-sebut sebagai perantara untuk meminta sejumlah uang kepada bakal calon wakil bupati.
Menurut Kasie Intelejen Kejari Garut, Koswara, SH, MH, usai memintai keterangan kepada sejumlah balon wabup, Kejaksaan Negeri (Kejari) Garut pun telah mendapatkan keterangan dari kedua orang dekatnya Bupati tersebut. Hari Senin (14/5) kemarin, keduanya datang ke Kejaksaan.
“Seperti halnya berita di media, saat kami meminta keterangan, mereka mengakui telah menerima uang dari Asep Kurnia Jaya. Tapi mereka belum membuka nama anggota dewan yang disebut-sebut telah menerima uang tersebut,” ujar Koswara, saat ditemui di kantornya, Rabu (16/5).
Namun begitu, tambah Koswara, dirinya belum bisa memberikan keterangan ke publik terkait hasil pemeriksaan yang sudah dilakukan. Saat ini pihak Kejari Garut masih berkoordinasi dengan Kejaksaan Tinggi Jawa Barat dan Kejagung RI. Menurutnya, proses penanganan kasus ini diakui telah dipantau oleh Kejaksaan Tinggi. “Kami sudah berkoordinasi dengan Kejati. Jika sudah ada sinyal dari Kejaksaan Tinggi, hasil pemeriksaan ini boleh disampaikan ke publik, maka kami pun akan menyampaikannya,” tuturnya. Adapun, apabila muncul nama anggota dewan yang menerima aliran dana tersebut, pihaknya pasti akan memanggilnya dan tak perlu meminta izin kepada pimpinan partainya terlebih dahulu.
Sementara itu, terkait laporan Asep Kurnia Jaya yang juga melaporkan ke Polda Jabar, kata Koswara, tidak menjadi persoalan. Sebab, Kejari Garut hanya mengungkap kasus gratifikasinya saja. Sedangkan di Polda Jabar bisa mengungkap pidana umumnya. “Pastinya kami serius menangani kasus ini. Kita sedang mengumpulkan keterangan-keterangan lainnya. Minimal ada dua alat bukti yang kami dibutuhkan,” terangnya.
Adapun, salah seorang sumber dari Kepolisian Daerah Jabar ketika dihubungi, membenarkan bahwa Polda Jabar telah menerima laporan dari Asep Kurnia Jaya, terkait dugaan penipuan atau penggelapan serta pemerasan yang dilakukan orang nomor satu di Garut dan teman dekatnya. Namun, ketika ditanya lebih jauh, dirinya enggan menyebutkan. Hanya menyampaikan secara singkat bahwa laporan tersebut sedang dilidik.
Secara terpisah, aktifis Liga Mahasiswa Nasional Demokrasi (LMND), Jajang Salimudin, menegakan agar pihak kejaksaan dan kepolisian menangani kasus ini secara serius. Menurut Jajang, keterangan Asep Kurniajaya, Asep Maher dan Mahmud Yunus, dapat dijadikan bukti petunjuk adanya peristiwa money politics dalam proses pengisian wakil bupati kemarin.  Sehingga, kata Jajang, kasus ini tidak bisa dianggap tindak pidana murni. “Sebab tidak mungkin Asep Kurnia Jaya, Asep Maher dan Mahmud melakukan kriminalitas. Karena mereka dari kalangan terdidik. Mungkin kejahatannya disebut kejahatan kerah putih atau white collar crime di dalam proses pengisian wakil bupati,” ujarnya. (Tata E. Ansorie)***

Rabu, 16 Mei 2012

Formasi : 42 - 6 - 2


PRA pemilihan wakil bupati Garut, teman dekat Anggota DPRD meminta pendapat, siapa yang harus dipilih dua diantara nama yang akan dipersiapkan dalam pemilihan nanti. Isu dugaan telah mengalirnya ke saku para wakil rakyat, terkait dana pengamanan untuk kemenangan salahseorang calon yang disebut-sebut sudah standby, menciutkan nyalinya dalam memilih. “Saya ini masih muda brow, karir masih panjang. Masa harus masuk jurang gara-gara itu,” ujarnya.
“Wah masih ada juga pejabat yang berfikir sehat seperti itu,” gurau saya. Katanya, dia harus bertanggungjawab secara moral terhadap jutaan masyarakat Kabupaten Garut, sebab calon wakil pemimpin daerah yang akan jadi, dipilih oleh 50 orang mewakili rakyat Garut.  Ya, kadang hati nurani tak bisa seiringan dengan kepentingan politik. Pilihan merupakan hak personal, tapi pilihan tak menjadi objektif ketika terjadi tarik menarik dengan kekuasaan. “Kalau saya menyatakan dukungan ke seseorang, kemudian dia menghadiahi saya. Apa itu tindakan salah brow?,” tanyanya. Sepertinya kawan satu ini perlu banyak belajar dengan pengertian gratifikasi. “Udah deh, baca dulu UU/20/2001. Ditingkat pejabat, memberi amplop atau bingkisan dalam pesta perkawinan saja bisa terjadi gratifikasi, apalagi soal itu kawan,” sanggah saya.
Ketika dua nama telah diajukan bupati dan pelaksanaan pemilihan berlangsung, kawan anggota legislatif itu menyampaikan pesan SMS. “Brow, Alhamdulillah pelaksanaan pemilihan telah beres dan berjalan dengan baik. Hasilnya, pak Agus Sinta memperoleh 42 suara, pak Usep 6 suara, dan 2 suara abstain,” ujarnya. “Kamu sendiri pilih siapa?,” tanya saya. “Pokoknya formasinya 42-6-2. Kamu terka sendiri brow, saya ada di formasi mana,” seleneh dia.
Untuk mencari jawaban kepada siapa kawan di legislatif itu memilih, dicoba mengurai perolehan suara  yang terjadi. Tak perlu berlama-lama mencari jawaban itu, sebab sangat memahami sikologi kawan ini ketika sebelum pemilihan berlangsung. “Jangan tersinggung yah kawan. Ketika kamu memasuki bilik suara dan akan menentukan pilihan. Dalam fikiranmu tidak terbesit diluar sana nasib 2,5 juta masyarakat Garut sedang berada di pundakmu, tetapi kamu lebih berfikir kekhawatiranmu akan masa depan di partai politikmu. Putusanmu tetap tidak salah, sebab itu merupakan pilihan terbaik menurutmu dalam politik,”. Tentunya sekarang tidak perlu berfikir formasi 42-6-2 lagi, konsekwensinya bagaimana ke depan Kabupaten Garut lebih maju lagi. Di akhir SMS penutup, disampaikan gurauan buat kawan dewan tersebut. “Jika masih mempercayai angka dalam pengaruh hidup manusia. Seperti halnya kamu selalu mempercayai angka-angka keramat. Buka saja di gogle, ada apa di angka 42, 6 dan 2 itu,”.  

Minggu, 13 Mei 2012

Si “Gondrong” Mengalir ke Para Ketua Partai ?


GD. DEWAN, (GE).- Cukup pandai juga apa yang tertera dalam bukti transkrip percakapan BlackBerry Mesenger (BBM), baik dugaan percakapan dengan Bupati Aceng maupun dengan orang dekatnya Bupati. Dalam transkrip tersebut, menggunakan istilah nama mata uang dolar dengan istilah si “Gondrong”. Dimana, ada dugaan uang senilai USD 25.000 atau sekitar Rp 250 juta yang diserahkan Asep Kurniajaya ke Bupati Aceng Fikri itu, mengalir pula ke sejumlah ketua partai.
Seperti diutarakan Asep KJ, saat membeberkan hal tersebut dihadapan salahsatu Pimpinan DPRD Garut, Lucky Lukmansyah Trenggana, dalam audensi bersama mantan Balon Cawabup lainnya, Selasa (8/5) lalu. Asep, meminta DPRD mengambil langkah secara serius karena dalam Pilwabup tersebut, telah terbukti adanya dugaan jual beli kursi wabup. Dalam bukti transkrip BMM yang diduga dari Bupati menyebutkan, “Para kepala suku lg nunggu yg bisa mnylsikn komitmen maksiml h ini maghrib..kntn nambihan kn da atos sbagian”. Kemudian, “Utk yg 30 itu bsa smbil jln..sikapi yg urgen dlu..”. Lalu BBM yang diduga dari orang dekatnya Bupati menyebutkan, “Minta konfirmasi ke bandung jam brapa?, Pak bupati dah mengarahkan ketua2 partai rendefu di bandung. Kang punten..Pa bupati naros, wengi ayeuna akang nyandak si gondrong sabaraha?, supados tiasa dijeujeuhkeun ketua2 partai”.
“Jika DPRD selama ini menganggap ini rumor, karena hanya membaca di media. Maka sekarang sekarang saya sampaikan secara langsung, berikut bukti-buktinya. Saya bicara apa adanya, tidak dikurangi dan dilebihkan,” ujar Asep KJ.
Sementara, Wakil Ketua DPRD, Lucky Lukmansyah Trenggana, membantah kalau dirinya menerima aliran dana si “gondrong” tersebut. Adapun, kasus dugaan jual beli kursi yang dilaporkan mantan calon wabup Asep Kurniajaya, katanya, tidak mengarah ke dua calon lain yang diajukan Bupati Garut Aceng HM Fikri ke DPRD sebelumnya. Jadi penetapan Agus Hamdani, sebagai Wakil Bupati Garut, tak ada korelasinya dengan kasus gratifikasi yang diberikan Asep KJ.
Kendati demikian, Lukcy memastikan pihaknya akan segera membentuk pansus untuk menyelidiki kasus dugaan jual beli kursi wabup ini. Penyelidikan masalah ini, kata dia, mesti dilakukan secara terpisah dari prosesi pemilihan dan penetapan Wabup Garut. “Kami di DPRD sudah sepakat akan menindaklanjutinya,” ujar Lucky.
Secara terpisah, Garut Governance Watch (GGW) meminta agar penegakan hukum kasus dugaan jual beli kursi calon wakil bupati (Wabup) ditangani serius. Sekjen GGW Agus Rustandi mengatakan, tersebarnya foto penyerahan uang sebesar USD 250 ribu oleh seorang mantan calon wabup Asep Kurniajaya di kediaman Bupati Garut Aceng HM Fikri kawasan Copong, Kecamatan Garut Kota, beberapa waktu lalu sudah menjadi bukti kuat.
“Foto alat bukti kuat. Pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Garut juga memiliki percakapan tentang kesepakatan penyerahan uang dalam SMS dan BBM yang dicetak. Jadi menunggu apa lagi kalau fakta hukumnya sudah ada,” katanya.
Ia mendesak DPRD Kabupaten Garut membentuk pansus untuk menyelidiki masalah tersebut. Pasalnya jika dibiarkan terus, akan menggelinding seperti bola panas liar. (Tata E. Ansorie/Farhan SN)***

Kejari Garut Segera Panggil Orang Dekatnya Bupati


KOTA, (GE).- Usai memintai keterangan dari beberapa mantan bakal calon (balon) wabup, Selasa (8/5) lalu, terkait laporan Masyarakat Independen tentang dugaan jual beli kursi Wakil Bupati Garut, pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Garut, secepatnya akan memanggil orang dekatnya bupati, yakni Asep ‘Chev’ Maher, yang diduga salahsatu penerima aliran dana dari mantan bakal calon wabup yakni, Asep Kurnia Jaya, sebagaimana bukti transkrip percakapan Blackberry Mesenger (BBM) dan foto dirinya sedang memegang uang dolar.
Rencana pemanggilan kepada Asep ‘Chev’ Maher, yang disebut-sebut sebagai perantara antara cawabup dan Bupati Aceng, dibenarkan Kasie Intelejen Kejari Garut, Koswara, SH.MH. Kata dia, pihaknya tentunya harus menindaklanjuti laporan yang sudah diterima dari masyarakat. Setelah mengumpulkan data-data dan beberapa keterangan, termasuk keterangan dari empat orang mantan bakal calon wabup, selanjutnya akan memanggil orang yang disebut-sebut sebagai perantara, yaitu Asep Maher.
“Kemarin kita sedikit kesulitan mencari alamatnya, sehingga ada keterlambatan memanggilnya. Namun sekarang sudah dapat terhubungi, rencananya Senin (14/5) ini, kami pintai keterangannya,” ujar Koswara, saat dihubungi melalui telepon selularnya.
Seperti diketahui, Kejaksaan Negeri Garut menerima laporan resmi dari Aliansi Masyarakat Independen Garut, terkait dugaan gratifikasi yang melibatkan Bupati Garut. Kejari Garut pun telah memintai keterangan dari empat orang mantan bakal calon (balon) wabup, yakni Asep Kurnia Jaya, Aam Abdulsalam, Hasanuddin dan Haryono. Dari keterangan Asep Kurnia Jaya, dirinya mengaku salahsatu calon wabup yang menjadi korban. Ia dipintai uang Rp 1,4 miliar untuk ditetapkan sebagai cawabup. Sebelumnya ia pun telah menyerahkan uang sebagai bentuk jaminan, seperti yang dipintakan bupati. “Saya telah memiliki bukti foto, ketika saya menyerahkan uang senilai USD 25.000 atau sekitar Rp 250 juta kepada orang kepercayaan bupati di rumahnya bupati di Copong,” terang Asep.
Sementara, Asep Maher, membantah kalau uang tersebut diterima oleh bupati. Kendati diakui kalau uang tersebut diterimanya, hanya uang tersebut dipergunakan untuk kepentingan politik Asep Kurniajaya yakni konsolidasi dan komunikasi politik dengan beberapa anggota dewan dengan tujuan untuk mempromosikan dan meyakinkan keseriusan pencalonan diri Asep Kurniajaya. "Memang benar, Asep Kurniajaya sempat menyerahkan sejumlah uang di dalam amplop putih dengan dalih sebagai bukti keseriusannya untuk mendaftarkan diri menjadi calon Wakil Bupati Garut. Namun, saat itu Pak Bupati menolak mentah-mentah sambil berkata yang diperlukan bukan uang melainkan dukungan politik dan sanggup membawa perubahan Kab. Garut ke arah yang lebih baik," urai Asep Maher kepada wartawan, Rabu (9/5) kemarin. (Tata E. Ansorie/Farhan SN)***

Minggu, 06 Mei 2012

GGW Menduga Ada Mark Up hingga Rp 1,35 Miliar


Posyandu Bunga Tanjung Menolak  Tandatangani Kwitansi dari FKGS

KOTA, (GE).- Droping barang program Revitalisasi Posyandu yang diluncurkan Pemerintah Provinsi Jawa Barat ternyata menuai kekecewaan kader Posyandu. Pasalnya, barang yang dikirim oleh Forum Kabupaten Garut Sehat (FKGS) sebagai koordinator Program Revitalisasi Posyandu di Kabupaten Garut, tak sesuai dengan pesanan mereka. Sebagaimana diungkapkan Imas, kader Posyandu Bunga Tanjung RW 26 Kampung Wanasari, Kelurahan Kota Kulon, Kecamatan Garut Kota. Sebenarnya, kata Imas, ia bersama anggota kader posyandu lainnya semula mengaku sangat bergembira ketika mendengar posyandunya akan mendapat bantuan dana operasional dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Kabar tersebut didengarnya pada rapat di Aula Kelurahan Kota Kulon. "Namun pada rapat kedua ada perubahan. Tadinya akan diberikan bantuan berupa uang, diumumkan pada rapat waktu itu akan diberikan dalam bentuk barang. Sebenarnya kami sempat menolak dan mencoba beradu tawar. Tapi, menurut Sekmat Garut Kota, tidak bisa ditawar," ungkap Imas kepada GE, Kamis (3/5). Sirnalah harapan Imas untuk mendapat bantuan operasional yang dinanti-nanti.
Setelah itu, Posyandu Bunga Tanjung pun mengajukan proposal usulan barang kebutuhan sesuai arahan pada rapat tersebut. Akhirnya, pada tanggal 18 April 2012 datang berbagai barang bantuan kepada Posyandu Bunga Tanjung. "Namun barang yang datang, tidak sama dengan apa yang diusulkan melalui proposal (meja, ATK, dan papan nama). Kenyataannya barang yang diberikan disamakan dengan posyandu lainnya," tutur Imas.
Yang membuatnya heran, lanjut Imas, kenapa mereka diminta menandatangani kwitansi penerimaan dana bantuan sebesar Rp 800 ribu. Karena itu, Imas menolak untuk menandatanganinya. "Kami hanya mau menandatangani penerimaan barang. Sesuai apa yang kami terima," tandas Imas.
Wakil Ketua RW 26, Ugan Sugandi, juga menyampaikan kekecewaannya. "Ketika ada perhatian Pemprov kepada posyandu, eh ini malah dimainkan beberapa pihak. Padahal selama ini, dalam hal operasional posyandu, tidak pernah terperhatikan," ungkap Ugan, sambil menunjukan barang-barang yang diberikan kepada Posyandu Bunga Tanjung
Barang-barang seperti itu, kata Ugan, sebenarnya sudah ada di posyandu. Apalagi kalau diperhitungkan nominalnya, tidak akan mencapai Rp 800 ribu. "Tetapi Ibu Sela, pendamping Kecamatan Garut Kota, pernah memberikan kejelasan kepada Kami. Katanya, yang Rp 800 ribu itu dialihkan kepada barang-barang. Dengan rincian, penyangga dacin seharga Rp 275 ribu, papan data seharga Rp 175 ribu, plang nama seharga Rp 150 ribu, timbangan seharga Rp 100 ribu, alat pengukur seharga Rp 50 ribu, dan sarung timbangan seharga Rp 50 ribu. Totalnya Rp 800 ribu." jelas Ugan.
Para  kader posyandu Kelurahan Pataruman, Kecamatan Tarogong Kidul, juga mengeluhkan kekecewaan serupa. Salah seorang kader posyandu, Rospiah, mengatakan, pada dasarnya semua kader menyambut baik bantuan hibah dari provinsi untuk posyandu tersebut. Karena, selama ini keberadaan posyandu kurang mendapatkan perhatian. Tetapi, setelah turun mereka malah kecewa. Sebab, apa yang diinformasikan di awal program tidak sesuai dengan kenyataan. "Semua posyandu diberikan kesempatan untuk mengajukan peralatan yang dibutuhkan masing-masing. Tetapi apa yang diberikan tidak sesuai dengan apa yang diajukan, mulai jenis dan kwalitas barangnya," ungkap Rospiah kepada GE.
Ternyata ketidaksesuaian antara permintaan dan pengiriman terjadi juga di Kecamatan Cibatu. Tentu, hal tersebut juga menumbuhkan kekecewaan kader posyandu dan para kepala desa di Kecamatan Cibatu.  Bahkan, saking kecewanya, sejumlah kepala desa di Kecamatan Cibatu tak bersedia menandatangani berita acara penerimaan barang tersebut.
Ketua Posyandu Bunga Angkrek, Kampung Angkrek, Desa Wanakerta, Ida Farida, mengatakan, dalam pesanan pihak Posyandu Bunga Angkrek meminta barang berupa timbangan gantung, kursi dan meja. Namun yang dikirim ternyata timbangan duduk, penyangga timbangan gantung, pengukur tinggi badan, dan kain timbangan gantung.
"Untuk pengukur tinggi badan bisa kami pergunakan, karena memang Posyandu Bunga Angkrek belum punya. Namun barang yang lainnya jadi percuma," kata Ida Farida yang juga Ketua RW di Kampung Angkrek tersebut.
Ida menjelaskan, kini penyangga timbangan gantung berikut kain timbangannya hanya tersimpan saja di Posyandu karena memang timbangannya tak ada. "Sementara untuk timbangan duduk, Posyandu Bunga Angkrek sudah memiliknya, namun kok kenapa dikirim. Ini mengherankan, terlebih lagi kami tak memesan barang itu," jelasnya.
Kepala Desa Wanakerta, Roni Faizal Adam, mengatakan hal yang sama. Bahkan ia merupakan salah satu kepala desa yang tak menandatangani berita acara penerimaan barang tersebut.
Menurutnya, pengiriman barang dalam program Revitalisasi Posyandu terkesan "ka mana mendi". Sebab, barang yang dikirim lain dengan yang dipesan.
"Ini patut diduga ada indikasi korupsi dan penyimpangan. Oleh karena itu, saya sebagai kepala desa tak mau menandatangani berita acara penerimaan barang," ungkapnya kepada GE.
Kekecewaan yang sama dialami pula para kader Posyandu di Desa Mekarsari. Ii Widaningsih, kader Posyandu Melati RW 06, salah satunya. Ia mengatakan, barang-barang yang dikirim untuk Posyandu Melati RW 06 tak sesuai dengan pesanan. "Jadinya banyak yang tak bisa digunakan. Di antaranya tiang penyangga timbangan gantung. Ini mengherankan, mengapa tiangnya dikirim sementara timbangannya tak ada," jelasnya.
Bantuan operasional untuk posyandu itu sendiri merupakan program bantuan sosial dari Pemprov Jabar. Berpedoman kepada peraturan bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Kesehatan nomor 34 tahun 2005 dan nomor 1138/MENKES/PB/VIII/2005 tentang penyelenggaraan kabupaten/kota sehat. Di Kabupaten Garut, penanganannya dikelola oleh Forum Kabupaten Garut Sehat.
Forum Garut Sehat beranggotakan 47 orang pengurus dan telah dilantik oleh Bupati Garut pada tanggal 1 Desember 2011 bertempat di Gedung Negara Pendopo. Pembentukan Forum Garut Sehat mengacu pada Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Kesehatan Nomor 34 Tahun 2005 dan Nomor  : 1138/Menkes/PB/VIII/2005 tentang Penyelenggaraan Kabupaten/Kota Sehat; dan Keputusan Bupati Garut Nomor : 440/KEP.56-AD.Kesra/2010 tentang Pembentukan Tim Pembina Kabupaten Garut Sehat dan SK Bupati Garut Nomor : 440/Kep.606-Adm.Kesra/2011 tentang Forum Kabupaten Garut Sehat yang ditetapkan Moch. Mukti Arif sebagai ketuanya.
Ketika akan dikonfirmasi, Mukti Arif sulit ditemui. Bahkan GE sempat sengaja menunggu di depan rumahnya selama dua hari, agar bisa menemuinya. Tetap saja tidak membuahkan hasil. Saat dikontak melalui telepon selularnya, semua nomor kontak yang konon milik Mukti Arif satu pun yang dalam keadaan tidak aktif.
Sementara itu, ada dua LSM di Kabupaten Garut yang berniat mengajukan kasus tersebut ke pihak kepolisian. Adalah GGW (Garut Governance Watch), salah satu yang akan mengambil langkah hukum dalam menyikapi Forum Kabupaten Garut Sehat.
Sekjen GGW, Agus Rustandi menyebutkan, "Seharusnya bantuan yang diberikan kepada posyandu berupa uang senilai Rp 800 ribu. Karena di dalam berita acara dicantumkan yang diserahkan dari Forum Kabupaten Garut Sehat kepada kader posyandu di tingkat desa dalam bentuk uang tunai. Tetapi dalam prakteknya, malah didroping barang," kata Agus Rustandi.
Pihak GGW, kata Agus Rustandi, menduga telah terjadi mark up harga dengan selisih mencapai Rp 1,35 miliar lebih. (AKW/Ilham/Igie/Din)***

Keduanya Mengklaim telah Mengantongi 30 Suara



Agus Hamdani dan Usep Zaenal Aripin, Optimis bisa Memenangkan Pilwabup

DPRD, (GE).- Meski sempat diwarnai aksi demo para simpatisan mantan bakal calon wakil bupati (cawabup) dari jalur perseorangan, pelaksanaan sidang paripurna penetapan dua nama cawabup mulai mendapat kepastian. Rencananya, kata salah seorang pimpinan DPRD Garut, Ade Ginanjar, sidang paripurna penetap­an dua nama cawabup akan dilaksanakan pada Rabu (9/5).
“Sidang paripurna pemilihan cawabup sendiri akan dilaksanakan esok harinya, Kamis tanggal 10 Mei 2012,” ungkap Ade Ginanjar kepada GE melalui telepon selularnya, Sabtu (5/5).
Dikatakan Ade, jadwal tersebut sudah fiks dan tidak akan mengalami perubahan. Ia berharap, proses pilwabup dapat berjalan lancar. Karenanya, atas nama lembaga DPRD Kabupaten Garut, Ade memohon dukungan masyarakat demi terciptannya suasana kondusif dan kelancaran pilwabup.
Menanggapi rencana tersebut, kedua calon Wakil Bupati Garut, Agus Hamdani dan Usep Zaenal Aripin, berharap sidang paripurna penetapan dua nama cawabup dan pilwabup dapat berjalan lancar.
“Mudah-mudahan saja pilwabup bisa dilaksanakan sesuai waktu yang telah ditetapkan,” kata Agus Hamdani kepada GE, Jumat (4/5).
Agus Hamdani sendiri merasa optimis dirinya bisa memenangkan pertarungan di ajang pilwabup nanti. Begitu juga Usep Zaenal Aripin, sama-sama yakin bisa memenangkan persaingan. Bahkan, ketika disinggung prediksi jumlah suara pemilih, keduanya juga sama-sama mengaku sudah mengantongi sedikitnya 30 suara. Artinya, kalau dijumlahkan, yang akan memilih keduanya sebanyak 60 suara. Padahal, jumlah anggota DPRD Garut hanya 50 orang. “Kalau soal klaim mengklaim itu hal biasa. Tidak masalah,” jelas Agus Hamdani. Sebab, kata anggota Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) DPRD Garut ini, ia yakin calon pemilih kepadanya sudah solid. “Jadi kalau sudah solid insya Allah. Makanya saya berpikiran khusnudzon saja terhadap teman-teman,” imbuh Agus Hamdani.
Lebih jauh Agus Hamdani berharap, teman-temannya di dewan bisa memilih calon wabup menggunakan hati nurani. Mereka, kata Agus, memang harus berhati-hati dalam menentukan sikap. Sebab, ini merupakan ajang pemilihan calon pemimpin yang akan mendampingi Bupati. “Karena itu saya berharap, teman-teman di dewan bisa memilih calon yang mereka nilai benar-benar paling siap menjadi wakil bupati,” imbuhnya.
Pernyataan serupa diungkapkan Usep Zaenal Aripin. Menurutnya, klaim suara dalam sebuah ajang pemilihan itu merupakan kondisi normal. “Saya yakin sebenar­nya para anggota DPRD sudah memiliki pilihannya sendiri. Hanya saja, mereka tidak mau menyebutkan secara terbuka pada saat ini. Sebab, itu merupakan etika politik,” kata Usep kepada GE, Sabtu (5/5).
Ketika ditanya mengenai kemungkinan ada pemilih yang mendua, Usep juga mengaku yakin para anggota dewan akan tetap memegang teguh etika politiknya. “Saya sangat percaya terhadap komitmen dan sikap mo­ral mereka,” tandasnya. Yang jelas, kata Usep, siapa pun yang terpilih nanti, diharapkan benar-benar bisa menjadi pendamping terbaik bagi Bupati. “Kalau saya yang mendapatkan kepercayaan menjadi wabup, saya mohon doa agar Alloh memberikan bimbingan-Nya agar bisa menjalankan amanah dengan sebaik-baiknya,” imbuh Usep.
Sementara itu, menanggapi aksi demo yang dilaku­kan para simpatisan mantan bakal calon wabup dari jalur perseorangan tempo hari, baik Agus maupun Usep mengatakan, hal itu merupakan hak mereka untuk menyampaikan aspirasi. Mereka menilai, aksi demo seperti itu merupakan hal wajar. Dan itu sah sah saja. Hanya saja, Agus Hamdani berharap, aspirasi yang disampaikan jangan sampai keluar dari substansi. Misalnya, kata Agus, mempermasalahkan soal penyakit. “Itu kan isu politik. Saya memang kecewa dengan bocornya hasil general check up tersebut. Menurut saya, itu merupakan keteledoran petugas rumah sakit. Tapi saya tidak akan menggugat,” tandas Agus Hamdani. (Sony MS)***

Merasa Difitnah dan Dicemarkan Nama Baiknya, Aceng Fikri akan Laporkan Asep KJ ke Polisi


PENDOPO, (GE).- Bupati Garut, Aceng HM Fikri, berencana melakukan upaya hukum terkait tudingan salah seorang mantan bakal calon Wakil Bupati Garut, Asep Rahmat Kurnia Jaya (Asep KJ), yang menudingnya telah memperjualbelikan kursi wakil bupati yang ditinggalkan Diky Candra.
Menurut Aceng, apa yang diungkapkan Asep Kurnia kepada publik melalui media massa, baik secara langsung maupun tidak langsung telah mencemarkan nama baiknya dan menimbulkan berbagai spekulasi serta opini negatif di masyarakat. Bahkan, menurut Aceng, pernyataan Asep lebih mengarah kepada fitnah.
Meski demikian, kata orang nomor satu di Garut itu, dirinya tidak akan langsung membuat laporan pengaduan atau melaporkan Asep KJ kepada aparat kepolisian dengan tuduhan telah mencemarkan nama baik dan melakukan fitnah. Ia mengaku terlebih dahulu akan melihat perkembangan situasi politik teakhir.
“Capek saya kalau harus melayani Asep. Saya biarkan dulu saja. Tapi kalau memang sudah keterlaluan dan nista, saya pun tidak akan diam. Saya akan bertindak tegas,” kata Aceng saat ditemui di Kompleks Pendopo Garut, Kamis (3/5).
Dikatakannya, saat ini dirinya mencoba untuk bersabar dan melihat situasi terkini terkait dampak dari pemberitaan di berbagai media massa soal dugaan jual beli kursi wabup tersebut.
Aceng berkali-kali membantah tudingan telah memperjualbelikan kursi wabup atau meminta uang sebesar Rp 1,4 miliar seperti yang disebutkan Asep KJ tersebut. Selama proses pemilihan cawabup berjalan, kata dia, dirinya tidak pernah meminta syarat berupa uang kepada para bakal calon yang ingin menjadi Wakil Bupati Garut termasuk Asep KJ. “Saya bersumpah, saya berani dicabut nyawa sekarang jika saya menerima uang sepeser pun dari Asep,” tandasnya dengan nada serius.
Selama proses penetapan dua nama calon wakil bupati yang akan diusukan kepada DPRD, Aceng mengakui jika dirinya memang sempat beberapa kali bertemu dan berkomunikasi dengan Asep KJ. Hal itu, katanya, tiada lain hanya untuk kepentingan proses penetapan dua nama calon wabup.
Namun selama proses itu, kata Aceng, dirinya sama sekali tidak pernah membicarakan soal syarat adanya uang setoran untuk “para kepala suku”. Komunikasi yang dibangun dengan Asep KJ, menurutnya, hanya sebatas pembangunan ikatan emosional karena awalnya ia merasa cukup sreg dan cocok dengan Asep KJ.
Bahkan, menurut Aceng, dirinya pernah dua kali dipertemukan secara langsung dengan Menko Perekonomian Hatta Radjasa. Saat itu, kata dia, Hatta pernah menyatakan siap membantu Garut jika Aceng dan Asep KJ jadi berpasangan.
Namun, dua hari menjelang pengusulan dua nama ke DPRD, menurut Aceng, Asep KJ seperti menarik komitmennya untuk menjadi calon wakil bupati. Bahkan, ketika dirinya meminta Asep KJ untuk menemuinya secara langsung, dia tak menampakkan batang hidungnya. Aceng juga membantah ketidakhadiran Asep KJ tersebut dikarenakan adanya permintaan uang Rp 1,4 miliar yang diduga diminta Aceng. “Silahkan saja buktikan jika saya minta uang. Ma­na SMS-nya, apakah itu benar nomor saya,” jelas Aceng dengan nada tinggi.
Aceng juga mengaku tak tahu menahu jika ada orang yang mengatasnamakan dirinya dan meminta sejumlah uang kepada Asep dan sejumlah calon lainnya.  Dikatakannya, dirinya tidak pernah menyuruh siapa pun untuk berkomunikasi dengan para calon wabup, apalagi mengintruksikan meminta sejumlah uang.
Munculnya dua nama yang akhirnya diusulkan ke DPRD, yakni Agus Hamdani dan Usep Zaenal Arifin, kata Aceng, bukan karena mereka berani memenuhi permintaan uang yang diduga disyaratkan. Tapi memang keduanya memenuhi segala kriteria maupun syarat administratif lainnya.
Aceng pun mempersilakan Asep KJ atau pihak lain jika hendak melaporkan dugaan permintaan uang kepada para bakal calon wabup tersebut kepada penegak hukum. “Silakan saja laporkan kalau punya bukti. Saya siap!” tantang Aceng.
Dihubungi terpisah, Asep Rahmat Kurnia Jaya, mengatakan, dirinya sama sekali tidak ada urusan dengan pernyataan Bupati tentang dirinya.  Menurutnya, apa yang ia ungkapkan kepada publik sebagaimana dilansir sejumlah media massa, adalah benar-benar merupakan hal-hal yang dirasakannya sendiri dan menjadi pengalaman selama mengikuti proses pencalonan wakil bupati tempo hari.
Agar persoalannya menjadi jelas, kata Asep KJ, ia  akan mendatangi DPRD Garut untuk menyampaikan permasalahan tersebut. “Saya akan perlihatkan semua bukti sms yang masuk ke handphone saya kepada pimpinan DPRD, agar bisa dibuktikan itu dari nomor telepon siapa. Saya juga akan langsung ke Depdagri untuk melaporkan persoalan ini,” tandasnya.
Pengaduan yang akan disampaikan tersebut, kata Asep KJ,  diharapkan bisa dijadikan bahan pertimbangan oleh DPRD Garut. “Kalau nanti terbukti ada masalah dalam proses pencalonan wakil bupati ini, tentu seharusnya dijadikan bahan pertimbangan oleh DPRD. Sebab, kalau tetap tidak dihiraukan, berarti DPRD telah melegalkan proses yang bermasalah,” tandasnya.
Mengenai ancaman Bupati yang akan mengajukan persoalan tersebut ke pihak berwajib, Asep KJ mengaku tidak gentar. “Oh, kalau Aceng mau mengajukan permasalahan ini ke aparat penegak hukum, silakan saja. Saya siap menghadapi!” tantangnya. (Farhan SN/Sony MS)***

Sabtu, 05 Mei 2012

Ketua KPU Garut, Aja Rowikarim, M.Ag ; DPRD Harus Yakin Dua Calon Telah Memenuhi Syarat


KOTA, (GE).- Persoalan Pilwabup bisa dikatakan lumayan runyam. Diperparah berkembangnya tudingan jual beli kursi jabatan Wakil Bupati yang semakin mengemuka. Beberapa pihak menuding diawali dari ketidaksiapan DPRD Garut dalam membuat mekanisme pemilihan. Kendati demikian, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Garut, Aja Rowikarim, M.Ag, menilai terlepas adanya kekurangan atau kelebihannya, DPRD Garut sudah melakukan yang benar. Hanya saja, disaat akan melakukan penetapan, DPRD harus benar-benar meyakini bahwa dua nama calon yang sudah diajukan bupati telah memenuhi syarat. Secara rinci, Aja, menerangkan di dalam Tatib pemilihan wakil bupati itu, tidak ada aturan teknis yang tegas terhadap pelaksanaan pemilihan wakil bupati. Yakni, dar mulai bagaimana mekanisme teknisnya pengajuan dari bupati dan bagaimana bupati melakukan penjaringan. Yang ada hanya bupati mengajukan dua nama kepada  DPRD, lalu DPRD memilihnya dalam paripurna.
“Bagaimana caranya pemilihan dan bagaimana mengajukannya, apakah dalam bentuk nota dinas resmi, surat resmi atau secara lisan, aturannya tidak jelas. Tetapi, bupati mengajukan ke DPRD sudah benar dilakukan di rapat paripurna, terlepas caranya lisan atau nota dinas, yang penting disampaikan di paripurna,” ujarnya, saat ditemui disela-sela Rakorcab Partai Demokrat, Rabu (2/5) kemarin.
Lanjut Aja, untuk melakukan fungsi-fungsi DPRD dalam memilih ini. Karena tidak ada aturan yang jelas, maka DPRD membuat tatib. Adapun tatib itu sebagai interfretasi atau tapsir agar aturan teknis didapatkan, itu sudah benar terlepas ada kekurangan atau kelebihan. Secara subtansi  bahwa bupati sudah mengajukan dua nama dan DPRD tinggal memilihnya, tetapi itu pun harus memenuhi kriteria pasal 58 UU/12, yaitu ada peran-peran yg dilakukan DPRD dengan adanya panlih. “Sebelum  panlih menyerahkan ke DPRD untuk dipilih dalam paripurna, itu harus diyakini bahwa yang dipilih itu memenuhi syarat,” tuturnya.
Adapun, tambah Aja, bagaimana cara verifikasinya, itu pun tidak ada aturan di DPRD dalam melakukan ferivikasi. Artinya, merupakan suatu keniscayaan suatu tugas yang dilakukan oleh panlih untuk meyakini betul bahwa calon yang diajukan bupati itu memenuhi syarat. Karena dilihat di tatibnya, DPRD hanya melakukan pencocokkan dan penelitian terhadap berkas yang diajukan bupati. Cara DPRD untuk melakukan yang benar, maka DPRD melakukan koordinasi termasuk mengadopsi format-format yang dilakukan oleh KPU dalam pemilihan. “Kami juga  diajak untuk kontek-kontek tertentu. Terpenting ketika DPRD menggaide KPU untuk melaksanakan format sesuai aturan, kita berikan. Apakah itu dibenarkan Undang-undang, tidak ada aturan untuk membenarkan atau menyalahkan karena memang tidak ada aturan teknisnya. Jadi, saya melihat sekarang DPRD tinggal menetapkan, itu pun kalau sudah yakin,” ujarnya.

Secara Yuridis, Tim Medis Harus Bertanggunjawab

TERKAIT masalah General check Up yang dilakukan rumah sakit, Ketua KPU Garut, Aja Rowikarim, menerangkan, seharusnya ada komunikasi antara bupati, DPRD dengan lembaga terkait yg ditunjuk. Sebab harus diketahui, secara tegas bahwa syarat calon itu harus sehat jasmani dan rohani melalui cek kesehatan menyeluruh oleh tim dokter yg ditunjuk. Masalahnya siapa yg menunjuknya, sebab kalau di KPU, jelas ada  PP 49 pasal 38, itu sudah jelas yang menunjuk KPU. Karena pemilihan cawabup ini dianggap mekanismenya yang bertanggjawab DPRD dan bupati, maka penting ada keyakinan bahwa yang diperiksa itu bukan general check up biasa. “Yang disebut general check up biasa itu, seperti kita datang ke rumah sakit ingin memeriksakan diri, itu disebut general chek up biasa. Sementara, untuk cawabup ini disebut general check up khusus. Apakah mampu tidak mampu yang menentukan adalah rumah sakit. Maka konsekwensinya, kalau ada apa-apa terhadap kesehatan calon yang akan dipilih itu, tiba-tiba ada sesuatu, maka yang paling bertanggujawab adalah rumah sakit. Baik secara politis maupun secara yuridis,” kata Aja.
Dilanjutkannya, seharusnya rumah sakit menolak apabila tidak ditunjuk secara formal. Sekalipun ditunjuk pun, rumah sakit harus meminta kejelasan apa gaiden-gaiden tidak mampu itu. Jangan tiba-tiba karena ditunjuk oleh bupati mau melakukan. “Dia harus meminta gaiden dulu, misalkan psikologinya, tes kesehatannya. Mana yang dikatakan mampu tidak mampu itu. Setelah ada gaiden, baru membentuk tim dokter, kemudian tim dokter itu nanti akan dipantau oleh panitia pemilihan dan bupati. Artinya pihak rumah sakit seharusnya bertanya dulu untuk apa . Kalau pihak rumah sakit tahu untuk keperluan pencalonan wakil bupati, pihak rumah sakit harus tahu dulu Undang-undangnya. Karena ada kesehatan menyeluruh, maka pengertian menyeluruh itu apa,” jelas Aja.
Adapun mengenai hasil diagnosa, menurutnya, itu merupakan hak privasi. Artinya, tidak boleh diketahui orang lain sekalipun bupati maupun DPRD. Jangan dibawa keluar, cukup tim dokter menyampaikan rekomendasi mampu atau tidak mampu menjadi wakil bupati. “Pasti ini ketidaktahuan, sehingga hanya hasil pemeriksaan yang diberikan. Bisa jadi karena tidak ditunjuk secara khusus,” tuturnya. (Tata E. Ansorie)***


Wani Piro ?


TAYANGAN iklan  sebuah produk rokok yang dikemas lucu dengan gaya menyindir  terhadap tabiat penguasa, mensiratkan penomena pengisian jabatan Wakil Bupati Garut yang sedang berjalan ini. Ada kemiripan,  sekalipun jika benar transaksional jabatan wakil bupati terjadi, bukanlah barang lucu, selucu iklan rokok. “Korupsi, pungli, sogokan, hilang dari muka bumi ini,” demikian permintaan manusia, ketika jin akan mengabulkan satu tawarannya. Tapi si Jin malah mengucap “Berani Piro?” tak ubahnya tabiat manusia yang sedang merajai tahta kekuasaan.
Ekpresi rasa kesal dan kecewa si pelamar dalam iklan itu, melihat kode tangan si penerima lamaran yang meminta pulus, menggerutu “Dasar Perampok”, mungkin tak ubahnya para pelamar di cawabup yang terpaksa harus mengelus dada, karena ketidakmampuan memenuhi permintaan menyetorkan biaya sebesar Rp 1, 4 miliar. Persoalan Pilwabup Garut semakin meruncing, ketika Asep Kurniajaya, salah seorang pelamar cawabup menabuh gong karena merasa diperdayai oleh Bupati Aceng HM Fikri, pengakuannya selain sudah menyetor dalam bentuk dollar, ia pun dipinta kembali Rp 1,4 miliar agar masuk di salahsatu nama yang diusulkan ke DPRD. tentunya, Bupati pun tak menerima tudingan tersebut. Selain dirinya membantah, ia pun akan menempuh jalur hukum karena dianggap sebagai kampanye negatif yang dilakukan Asep Kurniajaya.
Ada yang menarik dari persoalan ini. Terlepas benar atau tidak, sepanjang investigasi pencarian data dan informasi adanya dugaan jual beli jabatan Wakil Bupati Garut. Banyak istilah-istilah komunikasi yang digunakan dalam meminta uang kepada pelamar cawabup. Seperti yang diutarakan Asep Kurniajaya. Dirinya mengaku menerima Short Message Service (SMS) dari bupati dengan menggunakan Kata “Kepala Suku”, merupakan istilah bagi pimpinan partai politik. Menurut salah seorang sumber yang juga sesama alumni satu pesantren dengan Bupati Aceng HM Fikri, bahkan pernah sama-sama menduduki pengurus salah satu partai politik di Kab. Garut, perubahan gaya politik Bupati Aceng HM Fikri, setelah dikelilingi orang-orang kepercayaannya. Istilah komunikasi dalam meminta sesuatu, kata dia, justru sering diucapkan oleh mereka, bukan oleh bupati. Contoh saja, “Aya Jagongna teu?, sabaraha karung? (ada jagungnya tidak?, berapa karung?), istilah itu digunakan apabila ada pengusaha yang ingin bertemu dengan bupati. “istilah jagung itu adalah uang, dan satu karung adalah seratus juta”, ujarnya.
Kemudian ada istilah “meter”. Istilah itu saat penerimaan calon Dirut PDAM Tirta Intan Garut, dimana ada calon yang ingin menghadap bupati, disebutkan mereka ada tarif satu meter atau seratus juta rupiah. Istilah-istilah yang digunakan lainnya, seperti “Jangan ngomong isu tapi isi”,”Mahar”, merupakan bagian komunikasi yang bukan rahasia di lingkungannya.
Dalam teori Tata Bahasa, perkembangan bahasa dipengaruhi oleh suatu lingkungan. Istilah-istilah bahasa baru akan muncul dan memasyarakat sesuai kondisi jaman dan peristiwa. Tentunya, istilah kata yang didengar dalam proses diatas, sebaiknya terjadi hanya sebuah keniscayaan saja. Bahkan lebih baik istilah itu digunakan dan ditawarkan untuk sebuah iklan produk rokok, seperti halnya kata “Wani Piro”.
Kita berharap apa yang dibantahkan Bupati Aceng HM Fikri itu benar, tidak terjadi money politik dalam sistem pemerintahan Kabupaten Garut ini. Bahkan kita sangat berharap lagi, istilah di iklan rokok atau kata “Wani Piro”, tidak ditawarkan oleh DPRD Garut kepada dua nama calon Wakil Bupati.***

Tata E. Ansorie
Wapimred Garut Express  



Kamis, 03 Mei 2012

Preseden Buruk Bagi Ketatanegaraan, Bupati Salahgunakan Hak Atributif


KOTA, (GE).- Proses pengisian kekosongan jabatan Wakil Bupati Garut dipandang cacat hukum. Parahnya lagi diawali dari mekanisme pengusulan dua nama yang dilakukan oleh Bupati Aceng HM Fikri yang memiliki hak prerogatif dirinya. Seperti diutarakan Sekretaris Anda Centre, Heri Rustiana, S.Ip, mengatakan Bupati Aceng telah menyalahgunakan hak atributif. Pengertian hak atributif adalah fungsi yang melekat di bupati dalam kapasitasnya sebagai kepala daerah untuk mengusulkan dua nama secara administratif, tetapi bupati malah telah menjalankan fungsi politiknya yang bukan kewenangannya.
“Bupati telah mengabaikan bahwa calon wakil bupati dari jalur perseorangan. Dia sendiri sebenarnya sudah sangat paham bahwa Wakil Bupati Garut Diky Candra, yang menjadi pasangan dirinya, semula dari perseorangan. Maka sepatutnya ia pun menyiapkan dua nama calon pengganti Diky Candra dari perseorangan pula. Mestinya ia meminta organ yang secara resmi telah menghantarkan dirinya dan Diky Candra, maju di Pilkada lalu,”  ujar Heri.
Kondisi tersebut, tambah Heri, lebih parahnya lagi kemudian dilegalkan DPRD dalam bentuk Peraturan DPRD Garut Nomor 6 Tahun 2012. Jelas, dalam peraturan tersebut menghilangkan ayat perseorangan. Buktinya, tidak satu pun ayat dalam peraturan DPRD yang menyebutkan calon dari perseorangan. Dasar DPRD Garut tentunya memanfaat ruang kosong hukum yang ada di Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004. “Sayangnya Kongres Rakyat Independen yang dibentuk tiga organ yang mengusung Bupati Aceng HM Fikri dan Wabup Diky Candra, tidak memiliki hak menuntut secara perdata. Kecuali pihak-pihak yang kemarin telah dipinta oleh bupati melengkapi berkas administrasi, terkait pencalonan wakil bupati. Ya, mereka secara resmi telah diundang oleh Kesbangpol pemkab Garut, artinya mereka memiliki kewenangan untuk menuntut, sebab sudah terlibat dalam proses itu,” jelas Heri.
Tambahnya lagi, dirinya berharap Depdagri turun ke Garut untuk memverifikasi penyelenggaraan pemilihan. Karena jika ini dipaksakan, akan menjadi preseden buruk bagi ketatanegaraan tentang jalur perseorangan di kemudian hari. Heri pun meyakini, penghilangan pasal perseorangan dalam peraturan DPRD Nomor 6 Tahun 2012 merupakan perbuatan pidana, karena ada unsur kesengajaan. Untuk mengungkap itu tentunya penegak hukumlah yang melakukannya.
Selain itu, kata Heri, DPRD sengaja menghilangkan uji kelayakan public baik pra pemilihan maupun pasca pemilihan. Itu dilakukan tiga hari sebelum dan sesudah dipilih. “Saya berharap berbagai pihak untuk melepaskan kepentingannya dan lebih menggunakan akal sehat,” tuturnya. (Tata E. Ansorie)***

Minggu, 29 April 2012

Panlih Dituding Melanggar Tatib. Kedua Calon tidak Penuhi Persyaratan Administrasi?

KOTA, (GE).-  Penyampaian dua nama calon Wakil Bupati Garut oleh Bupati Garut, Aceng HM Fikri, pada rapat paripurna lalu, ternyata tidak dilengkapi persyaratan administrasi kedua calon secara lengkap. Hal ini menunjukkan Bupati telah mengabaikan kewajibannya untuk melakukan verifikasi, sesuai Tata tertib Pemilihan Wakil Bupati Garut sisa masa jabatan 2009-2014.
Seperti disampaikan Bendahara Kongres Rakyat Independen (KRI), Agus M. Sutarman, SE, bahwa Bupati mengabaikan kelengkapan administrasi calon. Buktinya, kata Agus, ketika mendampingi pengambilan berkas milik Hasanuddin yang menarik diri dari pencalonan di hari penyampaian dua nama, seluruh berkas para calon masih tersimpan di Bagian Pemerintahan Setda Garut. Bahkan, persyaratan kedua nama yang diusulkan Bupati pun tidak pernah diperiksa, hingga berkas diserahkan ke DPRD.
“Kelengkapan administrasi itu wajib sebagai persyaratan calon. Tugas Bupati melakukan verifikasi pun sudah ditentukan mutlak dalam aturan Tatib Panlih, sehingga ada anggaran hingga Rp 400 juta yang dialokasikan untuk  verifikasi tersebut,” ujar Agus.
Agus menambahkan, sebagai bukti Bupati tidak melakukan verifikasi, di berkas persyaratan administrasi kedua calon yang diusulkan, banyak sekali yang tidak dipenuhi. Lucunya lagi ada satu calon yang melampirkan persyaratan bekas mendaftarkan diri di BUMD. Kata Agus, berkas administrasi kedua calon yang diusulkan itu, ada enam peryaratan milik Agus Hamdani yang kurang dan delapan pesyaratan milik Usep Zaenal Aripin belum dipenuhi. “Anehnya, Panlih DPRD mengambil alih melakukan verifikasi faktual, padahal tugas Panlih hanya mencocokkan kebenaran berkas calon. Panlih pun hanya melayangkan surat ke Bupati, agar kekurangan berkas kedua calon dilengkapi,” tuturnya.
Lebih jauh Agus mengatakan, Panlih Cawabup pun telah melanggar Tatib (Peraturan DPRD Nomor 6 Tahun 2012) tenggang waktu perbaikan administrasi calon, tidak dilakukan sesuai Tatib pasal 8 yang mengisyaratkan tiga hari kerja batas untuk melengkapi persyaratan. Panlih Cawabup seenaknya menentukan waktu hingga melebihi batas. “Surat DPRD dilayangkan tanggal 23 April 2012. Semestinya sesuai aturan Tatib, tiga hari kerja itu sampai tanggal 26. Tetapi dilanggar sendiri oleh Panlih dengan memberi batas hingga tanggal 30 April 2012. Pilwabup ini seperti main-main, DPRD yang membuat aturan, malah mereka sendiri yang melanggar,” sesalnya.
Sementara, salah satu Anggota Panlih, Ir. Asep Achlan, membenarkan persyaratan administrasi kedua calon tidak lengkap. Panlih sendiri telah membuat surat pemberitahuan kepada Bupati, agar kedua calon melengkapi kekurangan persyaratan administrasinya. “Ya, Panlih sudah menyampaikan surat ke Bupati, bahwa kedua calon harus melengkapi persyaratan administrasi yang kurang,” ujarnya.
Ketika dimintai komentar mengenai batas waktu perbaikan persyaratan administrasi yang tidak sesuai aturan, Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Garut, Dadang Sudrajat, S.Pd, mengatakan, hal itu sudah menunjukkan cacat hukum. Semestinya semua yang terlibat dalam Pilwabup tunduk kepada Tata Tertib yang telah dibuat. “Setiap pelaksanaan yang tidak sesuai aturan adalah cacat hukum. Maka itu adalah pelanggaran. Tentunya bagi setiap pelanggar ada sanksinya. Apalagi pelanggar itu dilakukan oleh sipembuat produk itu sendiri,” tuturnya.
Pada kesempatan terpisah, salah seorang calon Wakil Bupati Garut, Agus Hamdani, menyatakan bahwa dirinya telah melengkapi seluruh persyaratan yang dibutuhkan dalam pencalonan. "Alhamdulillah, semua persyaratan yang diminta suda saya penuhi, dan tidak ada masalah," kata Agus Hamdani kepada GE, ketika dikonfirmasi melalui telepon selulernya, Minggu (29/4).
Karena itu, ia yakin namanya akan ditetapkan pada sidang paripurna penetapan dua nama calon Wakil Bupati Garut oleh Panlih DPRD. Bahkan, Agus bersama tim dari fraksinya semakin intens melakukan lobi-lobi antarfraksi agar dapat memenagkan pertarungan dalam pilwabup nanti.
Begitu juga Usep Zaenal Aripin. Ia mengatakan bahwa dirinya sudah memenuhi semua persyaratan yang diminta dalam proses penjaringan cawabup. "Semua persyaratan sudah saya serahkan. Agar yakin, silakan saja cek ke Panlih," ungkap Usep Zaenal Aripin kepada GE, Sabtu (28/4).
(Tata E. Ansorie/SMS/AKW)***

Keterangan Kesehatan Dua Calon tidak Jelas

LAGI-LAGI permasalahan dalam verifikasi. Hasil general chek up rumah sakit bagi kedua calon yang diusulkan Bupati ternyata tidak jelas. Tim pemeriksa kedua calon, termasuk calon-calon lain yang tidak diusulkan Bupati, tidak ada keterangan yang menyatakan layak atau tidaknya untuk diusulkan menjadi calon wakil bupati. “Kami tidak membutuhkan catatan atau penyakit yang ada di kedua calon. Namun butuh keterangan dokter, apakah layak atau tidak dalam persyaratan menjadi wakil bupati,” ujar Anggota Panlih, Asep Achlan.
Diketahui, hasil general chek up, pihak rumah sakit hanya menyertakan temuan hasil diagnosa calon saja, tanpa ada keterangan layak atau tidak. Dalam diagnosa pihak rumah sakit, ditemukan salah satu calon yang menderita komplikasi penyakit berat. “Ini menggambar bahwa tidak ada persiapan matang dalam Pilwabup. Tugas Bupati untuk verifikasi tidak bekerja, mestinya menunjuk tim dokter dengan surat resmi. Apa maksudnya di Kesbang dikumpulkan, sementara para calon inisiatif sendiri datang ke rumah sakit untuk pemeriksaan. Pihak rumah sakit tidak salah, mereka hanya menjalankan pemeriksaan saja dan menyampaikan diagnosanya. Berbeda kalau ditunjuk secara resmi dan dipinta hasil pemeriksaan dan dituangkan kelayakan para calon. Saya yakin, dokter tidak akan memberi surat keterangan layak atau tidak untuk persyaratan cawabup, karena tidak ada surat penunjukan secara resmi terhadapnya,” ujar Agus M Sutarman, SE. (Tata E. Ansorie)***

Ada Pelamar Cawabup Mengaku Diminta Menyetor Uang Rp 1,4 Miliar. Bupati : "Sampai Dicabut Nyawa pun Saya Berani Bersumpah!"

DPRD, (GE).- Suasana arena pencalonan Wakil Bupati Garut mulai memanas. Sejumlah mantan pelamar bakal calon (balon) wabup bahkan meminta agar DPRD Garut membatalkan proses pencalonan. Mereka menilai, prosedur pencalonan telah menyimpang dari konteks peraturan yang berlaku. Bahkan, aroma permainan kotor politik uang makin menyeruak ke ruang publik. Hal tersebut sebagaimana diungkapkan salah seorang mantan pelamar cawabup, Asep Kurnia Jaya.
Memang, Asep mengakui ada hak prosedur yang dimiliki Bupati dan DPRD. Namun, katanya, itu bukan berarti Bupati atau juga DPRD bisa seenaknya menentukan dua nama calon wabup yang dapat ditetapkan dalam pemilihan. "Kalau diketahui ada yang tidak beres dalam proses penjaringan, seharusnya ini jadi bahan pertimbangan bagi DPRD," tandas Asep Kurnia Jaya kepada GE saat dihubungi melalui telepon selulernya, Sabtu (28/4).
Karena itu, Asep meminta DPRD membatalkan proses penjaringan cawabup. "Saya tidak meminta kedua nama cawabup yang diajukan dibatalkan. Yang kami minta prosesnya dibatalkan. Karena sudah menyalahi peraturan perundang-undangan," kata Asep.
Hanya saja, Asep tidak menyebutkan secara gamblang peraturan mana yang dilanggar oleh Bupati dan DPRD dalam proses pengajuan dua nama kemarin. Namun, Asep mengungkapkan salah satu contoh persyaratan yang ia nilai keluar dari prosedur penjaringan. Untuk membuktikan dirinya tidak sedang dalam keadaan pailit, ia diminta menyetorkan uang sebesar Rp 1,4 miliar kepada Bupati. "Alasannya sih itu untuk Bupati dan para pimpinan dewan," jelas Asep Kurnia.
Namun, Asep tidak mau mengabulkan permintaan tersebut. Karenanya, ia tidak memenuhi panggilan Bupati pada malam sebelum penetapan dua nama calon wabup. "Soalnya bukan untuk diuji kesiapan menjadi wakil bupati, tetapi saya malah dimintai uang. Saya dengar, calon lainnya juga sama dimintai uang. Makanya ada yang mengundurkan diri. Tadinya saya sendiri berpikir positif terhadap Aceng Fikri, tetapi setelah tahu begitu saya menjadi tahu siapa dia sebenarnya," imbuh Asep Kurnia.
Protes serupa diungkapkan mantan calon pelamar wabup lainnya, Asep Tapip Yani. Ia menilai proses penentuan dua nama cawabup yang diajukan Bupati tidak transparan. "Yang dimaksud tidak transparan, karena selama ini kita tidak tahu apa yang terjadi. Tetapi tiba-tiba muncul dua nama yang diajukan Bupati ke DPRD," kata Asep kepada GE, Sabtu (28/4).
Namun demikian, lanjut Asep Tapip, hasilnya sangat transparan. "Kedua nama calon yang diajukan Bupati sangat transparan. Karena jelas-jelas menunjukkan bahwa Aceng Fikri memang sudah meninggalkan sejarah keindependensiannya," kata Asep Tapip.
Seharusnya, Aceng Fikri sebagai Bupati bisa memperlihatkan etika kepemimpinan sejati. Sebelum menetapkan dua nama calon yang diajukan ke DPRD, tidak ada salahnya seluruh pendaftar cawabup diajak berkomunikasi. Jelaskan alasan kenapa si A diajukan dan si B tidak diajukan. Dengan adanya penjelasan seperti itu, tentu para bakal calon bisa mengetahui duduk persoalan yang sebenarnya.
Memang, Asep menyadari, mengenai pencalonan wabup merupakan hak prerogatif Bupati. Tetapi, itu bukan berarti Bupati bisa seenaknya sendiri. Hak tersebut tetap harus digunakan dalam koridor peraturan perundang-undangan yang berlaku.
"Hak prerogatif itu kan bukan berarti kumaha aing! Kalau seperti ini. Bupati tidak mau berkomunikasi dengan anak buahnya, ia tidak layak dianggap sebagai pimpinan lagi," tandas Asep Tapip.
Asep sendiri sengaja menggulirkan pernyataan tersebut sebagai masukan bagi Bupati. Menurutnya, harus ada penyadaran agar Bupati tidak terus terjerumus dalam permainannya sendiri.
"Alih-alih bisa menyelesaikan persoalan, kalau begini caranya malah justru akan menimbulkan persoalan baru di kemudian hari. Dalam hal seperti ini (pemilihan-red), meski prosesnya dijalankan secara jujur dan transparan saja, pasti ada yang mempertanyakan. Apalagi kalau ada masalah seperti sekarang, adalah hal sangat wajar kalau akhirnya semakin banyak yang mempertanyakan," katanya.
Karena itu, Asep Tapip mengajak kepada seluruh pelamar cawabup untuk bersama-sama mengawasi dan mengkritisi proses penjaringan dan pemilihan wabup yang masih berlangsung. Ajakan tersebut diamini mantan pelamar cawabup lainnya, Yusuf Supriadi. Ia juga mengajak pelamar cawabup lainnya untuk ikut serta mengontrol proses pemilihan Wabup Garut sisa periode 2009-2014.
Bahkan, Yusuf mengingatkan agar DPRD berhati-hati karena mencium isu tidak sedap mengenai politik uang. "Jangan sampai DPRD ikut terlibat dalam praktik jual beli jabatan. DPRD harus jeli dalam memilih. Seyogyanya yang dinilai adalah kemampuan kinerja, bukan kekuatan finansial para calon  menjadi tolak ukur," kata Yusuf kepada GE.
Bahkan, Yusuf menegaskan, jika Bupati terbukti melakukan jual beli jabatan, mereka akan melakukan penekanan kepada Bupati untuk mundur dari jabatannya. "Kami juga akan menekan KPK untuk segera turun ke Kabupaten Garut atas pelaporan yang telah masuk dari masyarakat Garut," tandas Yusuf.
Ketika akan dimintai tanggapannya, Bupati Garut, Aceng HM Fikri, dengan tegas membantah semua tudingan miring yang dialamatkan kepadanya. "Saya dari mulai ketemu Asep Kurnia Jaya itu tidak pernah mengajukan permintaan uang. Sampai dicabut nyawa pun saya berani bersumpah! Kalau timnya yang meminta mengatasnamakan saya, itu saya tidak tahu," kata Aceng Fikri kepada GE melalui telepon selulernya, Minggu (29/4).
Kalau memang ada permainan kotor seperti yang dituduhkan Asep Kurnia Jaya dan yang lainnya, kata Aceng Fikri, silakan dibuktikan. Ia sendiri tidak membantah kalau dirinya memang ada kepentingan terhadap Asep Kurnia. Namun itu sebatas untuk membuka akses ke Menko Perekonomian, Hatta Rajasa. Soalnya, Asep Kurnia memang dikenal dekat dengan Menko Perekonomian.
"Saya memang pernah dipertemukan dua kali dengan Pak Hatta (Hatta Rajasa). Kami bicara bagaimana untuk memajukan pembangunan di Kabupaten Garut ke depan," imbuh Aceng Fikri.
Sebenarnya, kata Aceng, dirinya sudah memberikan kemurahan hati kepada Asep Kurnia Jaya. Bahkan ia rela menunggu Asep Kurnia hingga pukul 02.00 dini hari pada malam sebelum penetapan dua nama calon. "Saya tunggu sampai jam 02.00 pagi, ternyata dia tidak datang. Jadi saya sudah kurang baik bagaimana? Padahal kalau waktu itu dia mau menyatakan keseriusannya untuk mencalonkan wabup meski by phone saja, pasti saya respon. Jadi, sumpah demi Allah saya tidak pernah berbicara uang," tandas Aceng.
Aceng juga mengaku sudah mengetahui kalau isu miring ini sudah menyebar ke mana-mana. Bahkan, katanya, semula Hatta Rajasa pun sempat memberikan penilaian negatif kepada dirinya karena menerima informasi secara sepihak. "Karena itu, akhirnya Pak Hatta juga menyampaikan permintaan maaf melalui Pak H. Babay, kalau semala ini ia informasinya secara sepihak," papar Aceng Fikri.
Berkaitan dengan sidang paripurna penetapan dua nama cawabup, Aceng Fikri berharap dapat berjalan lancar sesuai jadwal yang telah ditetapkan oleh Panlih di DPRD. "Mudah-mudahan saja semuanya dapat berjalan lancar sebagaimana harapan kita bersama. Agar Pemkab Garut secepatnya memiliki wakil bupati definitif yang akan membantu tugas saya dalam melayani masyarakat," ungkap Aceng Fikri.
Sementara itu, ketika dimintai komentarnya, Ketua DPRD Garut, Ahmad Bajuri, SE, hanya mengatakan apakah pernyataan yang diungkapkan Asep Kurnia Jaya itu rasional atau tidak. Karena itu, Bajuri juga menjanjikan pilwabup akan dilaksanakan secara transparan sesuai aturan yang ada. “Seperti yang saya utarakan, dua nama yang diajukan Bupati itu masih tentatif. Artinya, ada evaluasi yang mesti dilakukan untuk melihat persyaratan calon yang diajukan. Apakah secara administratif sudah benar atau tidak. Artinya, bila sudah ditetapkan sebagai calon, persoalannya akan menjadi lain jika memang ada permasalahan,” ujar Bajuri kepada GE, Minggu (29/4).
Ditambahkan Bajuri, sebelum kedua nama calon ditetapkan dalam paripurna, pihaknya sangat terbuka kepada publik untuk memberi masukan atau temuan yang berkaitan dengan pelaksanaan pilwabup ini. (Sony MS/Tata/Akw)***