Minggu, 29 April 2012

Ada Pelamar Cawabup Mengaku Diminta Menyetor Uang Rp 1,4 Miliar. Bupati : "Sampai Dicabut Nyawa pun Saya Berani Bersumpah!"

DPRD, (GE).- Suasana arena pencalonan Wakil Bupati Garut mulai memanas. Sejumlah mantan pelamar bakal calon (balon) wabup bahkan meminta agar DPRD Garut membatalkan proses pencalonan. Mereka menilai, prosedur pencalonan telah menyimpang dari konteks peraturan yang berlaku. Bahkan, aroma permainan kotor politik uang makin menyeruak ke ruang publik. Hal tersebut sebagaimana diungkapkan salah seorang mantan pelamar cawabup, Asep Kurnia Jaya.
Memang, Asep mengakui ada hak prosedur yang dimiliki Bupati dan DPRD. Namun, katanya, itu bukan berarti Bupati atau juga DPRD bisa seenaknya menentukan dua nama calon wabup yang dapat ditetapkan dalam pemilihan. "Kalau diketahui ada yang tidak beres dalam proses penjaringan, seharusnya ini jadi bahan pertimbangan bagi DPRD," tandas Asep Kurnia Jaya kepada GE saat dihubungi melalui telepon selulernya, Sabtu (28/4).
Karena itu, Asep meminta DPRD membatalkan proses penjaringan cawabup. "Saya tidak meminta kedua nama cawabup yang diajukan dibatalkan. Yang kami minta prosesnya dibatalkan. Karena sudah menyalahi peraturan perundang-undangan," kata Asep.
Hanya saja, Asep tidak menyebutkan secara gamblang peraturan mana yang dilanggar oleh Bupati dan DPRD dalam proses pengajuan dua nama kemarin. Namun, Asep mengungkapkan salah satu contoh persyaratan yang ia nilai keluar dari prosedur penjaringan. Untuk membuktikan dirinya tidak sedang dalam keadaan pailit, ia diminta menyetorkan uang sebesar Rp 1,4 miliar kepada Bupati. "Alasannya sih itu untuk Bupati dan para pimpinan dewan," jelas Asep Kurnia.
Namun, Asep tidak mau mengabulkan permintaan tersebut. Karenanya, ia tidak memenuhi panggilan Bupati pada malam sebelum penetapan dua nama calon wabup. "Soalnya bukan untuk diuji kesiapan menjadi wakil bupati, tetapi saya malah dimintai uang. Saya dengar, calon lainnya juga sama dimintai uang. Makanya ada yang mengundurkan diri. Tadinya saya sendiri berpikir positif terhadap Aceng Fikri, tetapi setelah tahu begitu saya menjadi tahu siapa dia sebenarnya," imbuh Asep Kurnia.
Protes serupa diungkapkan mantan calon pelamar wabup lainnya, Asep Tapip Yani. Ia menilai proses penentuan dua nama cawabup yang diajukan Bupati tidak transparan. "Yang dimaksud tidak transparan, karena selama ini kita tidak tahu apa yang terjadi. Tetapi tiba-tiba muncul dua nama yang diajukan Bupati ke DPRD," kata Asep kepada GE, Sabtu (28/4).
Namun demikian, lanjut Asep Tapip, hasilnya sangat transparan. "Kedua nama calon yang diajukan Bupati sangat transparan. Karena jelas-jelas menunjukkan bahwa Aceng Fikri memang sudah meninggalkan sejarah keindependensiannya," kata Asep Tapip.
Seharusnya, Aceng Fikri sebagai Bupati bisa memperlihatkan etika kepemimpinan sejati. Sebelum menetapkan dua nama calon yang diajukan ke DPRD, tidak ada salahnya seluruh pendaftar cawabup diajak berkomunikasi. Jelaskan alasan kenapa si A diajukan dan si B tidak diajukan. Dengan adanya penjelasan seperti itu, tentu para bakal calon bisa mengetahui duduk persoalan yang sebenarnya.
Memang, Asep menyadari, mengenai pencalonan wabup merupakan hak prerogatif Bupati. Tetapi, itu bukan berarti Bupati bisa seenaknya sendiri. Hak tersebut tetap harus digunakan dalam koridor peraturan perundang-undangan yang berlaku.
"Hak prerogatif itu kan bukan berarti kumaha aing! Kalau seperti ini. Bupati tidak mau berkomunikasi dengan anak buahnya, ia tidak layak dianggap sebagai pimpinan lagi," tandas Asep Tapip.
Asep sendiri sengaja menggulirkan pernyataan tersebut sebagai masukan bagi Bupati. Menurutnya, harus ada penyadaran agar Bupati tidak terus terjerumus dalam permainannya sendiri.
"Alih-alih bisa menyelesaikan persoalan, kalau begini caranya malah justru akan menimbulkan persoalan baru di kemudian hari. Dalam hal seperti ini (pemilihan-red), meski prosesnya dijalankan secara jujur dan transparan saja, pasti ada yang mempertanyakan. Apalagi kalau ada masalah seperti sekarang, adalah hal sangat wajar kalau akhirnya semakin banyak yang mempertanyakan," katanya.
Karena itu, Asep Tapip mengajak kepada seluruh pelamar cawabup untuk bersama-sama mengawasi dan mengkritisi proses penjaringan dan pemilihan wabup yang masih berlangsung. Ajakan tersebut diamini mantan pelamar cawabup lainnya, Yusuf Supriadi. Ia juga mengajak pelamar cawabup lainnya untuk ikut serta mengontrol proses pemilihan Wabup Garut sisa periode 2009-2014.
Bahkan, Yusuf mengingatkan agar DPRD berhati-hati karena mencium isu tidak sedap mengenai politik uang. "Jangan sampai DPRD ikut terlibat dalam praktik jual beli jabatan. DPRD harus jeli dalam memilih. Seyogyanya yang dinilai adalah kemampuan kinerja, bukan kekuatan finansial para calon  menjadi tolak ukur," kata Yusuf kepada GE.
Bahkan, Yusuf menegaskan, jika Bupati terbukti melakukan jual beli jabatan, mereka akan melakukan penekanan kepada Bupati untuk mundur dari jabatannya. "Kami juga akan menekan KPK untuk segera turun ke Kabupaten Garut atas pelaporan yang telah masuk dari masyarakat Garut," tandas Yusuf.
Ketika akan dimintai tanggapannya, Bupati Garut, Aceng HM Fikri, dengan tegas membantah semua tudingan miring yang dialamatkan kepadanya. "Saya dari mulai ketemu Asep Kurnia Jaya itu tidak pernah mengajukan permintaan uang. Sampai dicabut nyawa pun saya berani bersumpah! Kalau timnya yang meminta mengatasnamakan saya, itu saya tidak tahu," kata Aceng Fikri kepada GE melalui telepon selulernya, Minggu (29/4).
Kalau memang ada permainan kotor seperti yang dituduhkan Asep Kurnia Jaya dan yang lainnya, kata Aceng Fikri, silakan dibuktikan. Ia sendiri tidak membantah kalau dirinya memang ada kepentingan terhadap Asep Kurnia. Namun itu sebatas untuk membuka akses ke Menko Perekonomian, Hatta Rajasa. Soalnya, Asep Kurnia memang dikenal dekat dengan Menko Perekonomian.
"Saya memang pernah dipertemukan dua kali dengan Pak Hatta (Hatta Rajasa). Kami bicara bagaimana untuk memajukan pembangunan di Kabupaten Garut ke depan," imbuh Aceng Fikri.
Sebenarnya, kata Aceng, dirinya sudah memberikan kemurahan hati kepada Asep Kurnia Jaya. Bahkan ia rela menunggu Asep Kurnia hingga pukul 02.00 dini hari pada malam sebelum penetapan dua nama calon. "Saya tunggu sampai jam 02.00 pagi, ternyata dia tidak datang. Jadi saya sudah kurang baik bagaimana? Padahal kalau waktu itu dia mau menyatakan keseriusannya untuk mencalonkan wabup meski by phone saja, pasti saya respon. Jadi, sumpah demi Allah saya tidak pernah berbicara uang," tandas Aceng.
Aceng juga mengaku sudah mengetahui kalau isu miring ini sudah menyebar ke mana-mana. Bahkan, katanya, semula Hatta Rajasa pun sempat memberikan penilaian negatif kepada dirinya karena menerima informasi secara sepihak. "Karena itu, akhirnya Pak Hatta juga menyampaikan permintaan maaf melalui Pak H. Babay, kalau semala ini ia informasinya secara sepihak," papar Aceng Fikri.
Berkaitan dengan sidang paripurna penetapan dua nama cawabup, Aceng Fikri berharap dapat berjalan lancar sesuai jadwal yang telah ditetapkan oleh Panlih di DPRD. "Mudah-mudahan saja semuanya dapat berjalan lancar sebagaimana harapan kita bersama. Agar Pemkab Garut secepatnya memiliki wakil bupati definitif yang akan membantu tugas saya dalam melayani masyarakat," ungkap Aceng Fikri.
Sementara itu, ketika dimintai komentarnya, Ketua DPRD Garut, Ahmad Bajuri, SE, hanya mengatakan apakah pernyataan yang diungkapkan Asep Kurnia Jaya itu rasional atau tidak. Karena itu, Bajuri juga menjanjikan pilwabup akan dilaksanakan secara transparan sesuai aturan yang ada. “Seperti yang saya utarakan, dua nama yang diajukan Bupati itu masih tentatif. Artinya, ada evaluasi yang mesti dilakukan untuk melihat persyaratan calon yang diajukan. Apakah secara administratif sudah benar atau tidak. Artinya, bila sudah ditetapkan sebagai calon, persoalannya akan menjadi lain jika memang ada permasalahan,” ujar Bajuri kepada GE, Minggu (29/4).
Ditambahkan Bajuri, sebelum kedua nama calon ditetapkan dalam paripurna, pihaknya sangat terbuka kepada publik untuk memberi masukan atau temuan yang berkaitan dengan pelaksanaan pilwabup ini. (Sony MS/Tata/Akw)***

2 komentar:

  1. ini jelas menunjukan bahwa proses penjaringan cawabup di duga ada intrik money politik, oleh karena itu mungkin saja yang lolos menjadi 2 besar itu karena mrk sanggup utk menyetor uang tersebut. jadi DPRD harus menggunakan hak interpelasi ttg dugaan rumor tersebut ...!!

    BalasHapus
  2. Bola panas pilwabup sudah digulirkan, tinggal ruh aspiratifnya DPRD Garut yang kita harapkan, apakah mereka masih bersama rakyatnya atau sama saja dengan bupatinya yang sudah meninggalkan rakyatnya?

    BalasHapus