Senin, 09 April 2012

Tunjangan Penghasilan Kepala Desa Rp 2 Juta per Bulan



PEMKAB, (GE).- Kepala Bidang Pemerintahan Desa  (BPMPD) Kab. Garut,  Otang Sudewa S.Sos, M.Si  menyatakan, Pemda Kab. Garut pada awal awal April direncanakan akan segera merealisasikan TPAPD triwulan pertama bagi pemerintahan desa yang telah memenuhi persyaratan. Adapun persyaratan tersebut diantaranya, telah memiliki nomor rekening desa, surat keputusan kepala desa tentang bendahara desa, daftar perangkat desa, kwitansi serta  daftar usulan rencana kegiatan (DURK).
Untuk tahun 2012 Pemerintah daerah mengalokasikan dana TPAPD sejumlah Rp  24.930.000.000,- diperuntukan bagi 410 desa. Dana tersebut untuk dua katagori desa, yaitu 264 desa yang sekdesnya PNS sejumlah Rp  15.206.400.000,-  dan 146 desa yang sekdesnya non PNS sejumlah Rp 9.723.600.000,- . Sedangkan realisasinya dibagi dalam empat triwulan.
“Jumlah nominal dana TPAPD tahun 2012 untuk masing-masing desa mengalami kenaikan dibandingkan tahun 2011, yaitu bagi desa yang sekretarisnya non PNS semula Rp 63 juta per tahun menjadi sejumlah Rp 66,6 juta per tahun. Sedangkan bagi desa yang sekdesnya PNS dari Rp 53 juta per tahun menjadi Rp 57,6 juta per tahun. Dana tersebut di peruntukan bagi Kepala desa  Rp 2.000.000/bln, Sekdes  Rp 800 ribu / bulan, Kaur 5 orang masing-masing Rp 400 ribu / bulan dan unsur kewilayahan Rp 750 ribu/bulan. Untuk unsur kewilayahan penentuan nominal perkadusnya diserahkan kepada musyawarah di tingkat desa masing-masing.
Otang menambahkan, peningkatan jumlah nominal TPAPD tiap tahun merupakan bentuk perhatian pemerintah kabupaten terhadap aparatur pemerintahan desa. Untuk lebih meningkatkan lagi kinerja dalam melayani masyarakat. Diaku Otang, kenaikan TPAPD tahun ini hanya diperuntukan bagi tunjangan kepala desa, Tetapi Ia berharap tidak menjadi permasalahan bagi para perangkat desa yang lainnya. Karena pihaknya sedang berusaha untuk kenaikan tunjangan bagi perangkat desa yang lainnya. Mudah-mudahan dapat segera terealisasi.***

Tatib Pemilihan Wabup Dapat Membuka Celah Gugatan

Terkait kewenangan verifikasi bakal calon dilakukan  oleh Bupati, seperti yang tercantum dalam Tata Tertib Pemilihan Wakil Bupati Garut Sisa Masa Jabatan 2009-2014, menurut Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kab. Garut, Dadang Sudrajat, S.Pd, dapat memberikan celah kepada DPRD untuk menerima gugatan. Sebab, verifikasi yang dilakukan oleh bupati itu diluar kewajaran, dimana pengusung calon ditugaskan melakukan verifikasi. Artinya, tidak ada ruang tanggapan publik sebagai unsur objektifitas dan akuntabilitas yang mesti terpenuhi.  
“Undang-undang hanya memerintahkan bupati mengusulkan 2 calon dan paripurna memilihnya. Disana aturan teknis pilwabupnya tidak diatur, maka seharusnya Tata Tertib yang dibuat DPRD Garut, mengadopsi Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 dan Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2008. Sementara Tatib yang dibuat  hanya mengadopsi sebagian, tanpa mengadopsi tentang tahapan verifikasi yang merupakan tugas dan kewenangan Panitia Pemilihan (Panlih),” ujarnya.
Ditambahkan Dadang, sebaiknya ada revisi dari salah satu ayat di pasal 1(satu) dan pasal dua (2), yang tidak menugaskan bupati melakukan verifikasi, sekaligus ada penambahan pasal tentang tahapan tahapan verifikasi dengan mengadopsi mekanisme verifikasi di pasal PP 49 Tahun 2008. Lebih baiknya lagi diatur tentang ruangan pengaduan atau keberatan calon. “Formulir kelengkapan persyaratan calon pun belum diatur, sehingga untuk memenuhi pasal yang mengatur persyaratan calon secara administrasi sulit dipenuhi calon. Jika ada kemauan, sebenarnya masih banyak waktu bagi DPRD untuk menyempurnakan Tata tertib. Hematnya segera berkoordinasi dengan lembaga yang terkait, daripada bertahan dengan Tatib yang memberikan celah gugatan,” tuturnya.
Dadang pun menyarankan,  apabila Tatib yang sudah ada masih dianggap benar oleh DPRD. Diharapkan bupati tidak melakukan verifikasi seluruh orang yang sudah mencalonan diri. Cukup 2 nama yang diusulkan yang dipinta kelengkapan administrasinya. Jika menurut bupati ada calon 42 orang, maka tidak perlu seluruhnya dilakukan verifikasi, karena akan berbahaya terhadap bupati sendiri. Artinya, semua akan menuntut hak atas hasil verifikasi itu, sementara yang diusulkan hanya 2 orang.
Istilah verifikasi tidak pas dalam pemilihan Wakil Bupati ini, apalagi kewenangannya dilimpahkan kepada Bupati yang melekat bagian dari peserta. Sederhananya, ketika Bupati merasa cocok dengan 2 nama bakal calon, cukup dipinta menyiapkan kebutuhan administrasi sesuai persyaratan yang sudah ada di Tatib. Kemudian setelah diusulkan, Panitia Pemilihan melakukan pemeriksaan administrasi tersebut. “Berbeda kalau Bupati meminta seluruh calon untuk menyiapkan persyaratan administrasi, artinya semua diberi peluang untuk didaftarkan. Dampaknya, para bakal calon yang  tidak diusulkan akan mempertanyakan parameter yang dipergunakan bupati dalam pengusulan tersebut,” ujarnya. (Tata E. Ansorie)***


Nama Cawabup akan Diajukan pada 19 April 2012 Bupati Minta Calon Penuhi Dua Syarat


GD. DEWAN, (GE).- Penentuan penyerahan dua nama calon Wakil Bupati Garut akhirnya telah disepakati oleh Panitia Pemilihan (Panlih) Wakil Bupati Garut Sisa Masa Jabatan 2009-2014 bersama Bupati Garut, H. Aceng HM Fikri, S.Ag, di ruang Ketua DPRD Garut, Kamis (5/4) kemarin. Bupati akan menyerahkan dua nama Cawabup, melalui rapat paripurna DPRD pada tanggal 19 April sekarang.
Usai melakukan konsultasi dengan Panlih, Bupati menyampaikan, dirinya akan mengajukan dua nama bakal calon Wakil Bupati Garut dalam rapat paripurna DPRD, yang selanjutnya akan diuji oleh Panlih secara administrasif sampai dengan tanggal 3 Mei. Kemudian akan digelar paripurna pemilihan antara tanggal 4 sampai 7 Mei 2012.
“Saat ini saya sedang menyiapkan dua nama yang akan diajukan nanti. Setidaknya ada dua syarat utama untuk kandidat yang akan mendampingi saya dalam mengelola pemerintahan Kabupaten Garut ini. Pertama, dapat memenuhi kebutuhan dukungan politik selama menjadi pendamping saya, karena untuk menguatkan posisi politik. Ya, pemerintah kan harus bermitra dengan DPRD, sementara DPRD sendiri merupakan kepanjangan partai. Adapun syarat kedua, calon pendamping saya mesti siap berkomitmen melakukan perubahan untuk perbaikan Garut di sisa masa jabatan,” jelas Aceng.
Ditanya siapa kedua nama yang akan diusulkan, apakah dari unsur partai politik (parpol) atau kalangan perseorangan, Bupati menyatakan akan mengambil porsi seimbang. Disebutkannya, sekalipun nama yang diajukan berasal dari struktur partai politik, menurutnya bukan dalam kapasitas partai itu sendiri melainkan sebagai pribadi. “Tidak satu poin pun pasal dalam UU 32/2004, mensyaratkan bahwa harus dilegitimasi oleh perseorangan atau partai politik. Harus dipahami, saya mempunyai hak atributif yang itu tidak akan saya formalkan persyaratannya. Persyaratannya adalah orang yang menurut saya layak menduduki jabatan menjadi pendamping saya,” ujar Bupati.
Kewenangan tersebut, kata Aceng Fikri, tidak bisa ditekan dan dipengaruhi oleh siapa pun. Pasalnya, penentuan pengganti jabatan Wabup dilindungi oleh UU yang menyatakan kewenangan atributif bupati untuk menentukan wakil bupati.
Menanggapi mengenai banyak pihak yang mengajukan nama untuk menempati posisi Wakil Bupati Garut, Aceng Fikri menegaskan, dirinya tidak akan sembarangan memilih dan menentukan siapa orang yang menjadi wakilnya.
Aceng Fikri juga membantah atas tuduhan dirinya sengaja mengulur waktu dalam mengisi jabatan Wabup. Karena tindakan yang dilakukannya harus berdasarkan peraturan dan prosedur yang berlaku. Sejak resmi Diky Chandra berhenti dari jabatannya, kata Aceng, ia langsung berupaya melakukan konsultasi dengan pihak Kementrian Dalam Negeri dalam aturan menentukan atau mengangkat wakilnya untuk memimpin pemerintahan.
Meski persoalan pengajuan nama cawabup merupakan hak prerogatif Bupati, Sekretaris ANDA Centre, Heri Rustiana, berharap apa yang telah dilakunan tim independen selama ini akan menjadi bahan pertimbangan bagi Bupati.
Memang, kata Heri, kongres yang dilaksanakan oleh FPCI kemarin belum ada undang-undangnya. Tetapi juga tidak ada aturan manapun yang melarang pelaksanaan kongres. Ini hanya merupakan prakarsa masyarakat yang dulu berjibaku di lapangan mendukung hingga pasangan Aceng Fikri dan Diki Candra berhasil meraih kemenangan pada pilkada tahun 2009 lalu.
Begitu juga kalau ada calon independen di luar hasil kongres yang diakomodir Bupati, kalau prosesnya dari independen, itu sah-sah saja. Tetapi kalau ada intervensi dari partai politik dan mekanismenya melalui partai politik itu menjadi janggal. "Karena pada proses awal pun tidak bisa. Independen dari jalur independen, dan partai politik juga dari partai politik," kata Heri.
Menurut Heri, mekanisme mengenai pilcawabup ini sebenarnya seharusnya bukan melalui DPRD. Sebab ini merupakan kewenangan Depdagri. "Ini tidak hanya berlaku untuk Garut, melainkan untuk seluruh Indonesia," imbuhnya.
Heri juga menegaskan, seandainya tidak ada satu pun calon dari hasil kongres yang diakomodir Bupati, pihaknya akan berjuang melalui MK dan Depdagri untuk meminta kejelasan peraturan atau undang-undang mengenai calon perseorangan.
Secara terpisah, Ketua Panlih sekaligus Ketua DPRD Garut, Ahmad Bajuri, SE, membenarkan pertemuan antara Panitia Pemilihan dengan Bupati merupakan agenda sinkronisasi terhadap rencana kerja Panlih, terkait rencana pemilihan calon wakil bupati, termasuk pembahasan jadwal kerja Panlih. “Bersama Bupati, sudah disepakati jadwal untuk penyerahan dua nama calon yang nantinya akan diparipurnakan pada tanggal 19 April. Kami pihak DPRD Garut, selanjutnya akan menyeleksi atau menguji dua calon yang sudah diusulkan oleh Bupati,” tuturnya.
Ditambahkan Bajuri, untuk mengejar target, Panlih akan terus bekerja keras menyelesaikan penggantian jabatan wakil bupati yang kosong pasca lengsernya Diky Candra. Katanya, mudah-mudahan jabatan wakil bupati secara definitif sudah bisa terisi bulan Mei mendatang.***

Pilwabup, Sedingin Bola Salju


HANYA menunggu hitungan hari, penyerahan 2 nama calon Wakil Bupati Garut oleh Bupati H. Aceng HM Fikri, S.Ag kepada DPRD di dalam rapat paripurna nanti. Tentunya dapat dibayangkan kegalauan Bupati dalam menentukan siapa yang akan diusulkan untuk mendampingi dirinya. Dua syarat yang dipinta Aceng HM Fikri, kepada bakal calon wabup Garut, yakni dapat menguatkan posisi politiknya dan berkomitmen melakukan perubahan perbaikan kearah lebih baik di akhir masa tugas, tidaklah cukup untuk meyakinkan dirinya bahwa bakal calon yang dia usulkan benar-benar mematuhinya. Belum lagi puluhan peminat dari berbagai latarbelakang yang sedang antri, penuh harap agar Bupati dapat meminangnya. Bisa jadi, para pelamar yang tidak terakomodir apalagi jika telah terjadi komunikasi under table, akan menjadi batu sandungan dikemudian hari.
Menarik apa yang disampaikan aktivis senior, yang juga Sekjen Serikat Petani Priangan (SPP), Agustiana, ketika bertemu beberapa waktu lalu di Pendopo. Katanya, kebutuhan Wakil Bupati Garut hakekatnya bukan kebutuhan masyarakat, melainkan kebutuhan Bupati Aceng HM Fikri. Cukup dipahami dan bisa dibenarkan pernyataan yang dilontarkan pria jangkung itu. Sebab, Wakil Bupati Garut yang akan diusulkan Bupati Aceng HM Fikri, akan menentukan masa depan politiknya Bupati itu sendiri. Lalu siapa orangnya yang akan diusulkan Bupati dan kedepan dapat setia membantu dirinya.  Jauh hari, Ketua DPRD Garut, Ahmad Bajuri, SE, menyebutkan mengisi kekosongan jabatan Wakil Bupati Garut, jangan dibicarakan dulu secara farsial. Melainkan untuk kepentingan pemerintahan Kabupaten Garut secara universal, mulai dari kondusifitas dan kedinamisan ke depan. Setelah itu baru membidik sosok yang pantas untuk itu, selain tentunya sinergis dengan kebutuhan bupati.
Latar belakang calon Wakil Bupati Garut, baik dari partai politik maupun perseorangan, bagi Bupati Aceng, memang bukan sesuatu yang prinsip. Kendati persoalan ini tetap menjadi argumentasi, terutama bagi para pengusung yang telah menghantarkan dirinya menjadi Bupati Garut yakni tim independen. Berharap Bupati Aceng, memboyong wakilnya kembali dari perseorangan. Bahkan, sekalipun Bupati mengatakan kendati calon yang ia usung dari struktur partai politik, tetapi ia pilih secara pribadinya. Hal ini tidak dapat ditampik kalau peran partai politik tetap ada. Buktinya, beberapa calon dari struktur partai yang melamar dirinya, secara resmi melamar diantar langsung partai politik itu sendiri.
Ada beberapa pendapat publik yang bisa diterima secara logika. Jika Bupati Aceng mengusulkan dari unsur partai politik, ke depan akan menjadi ancaman bagi politiknya Bupati Aceng, karena diakhir jabatan nanti wabup yang telah diusulkan Bupati Aceng pun bisa saja memiliki rencana lain di internal partainya. Ancaman pun dapat menimpa partai lainnya, sehingga ada kemungkinan calon dari partai yang diusulkan Bupati tidak dipilihnya. Pendapat lainnya, apabila Bupati mengusulkan dari perseorangan, kekhawatiran tidak mendapat dukungan secara politik DPRD. Sehingga, akhirnya merepotkan Bupati.
Pilihan ini tentunya bagi Bupati Aceng, sudah sangat dipahami. Dari inteletualitasnya, dipercaya ia mampu mengatasi dan menentukan mana yang dapat memberikan solusi terbaik untuk kepentingan di pemerintahannya. Pastinya, kedua orang yang akan diboyong Bupati, telah berkomitmen, memiliki intergritas tinggi, loyal dan kominaktif dengan berbagai kalangan.
Menanggapi Pilwabup, diakui di masyarakat memang cukup dingin. Hanya saja dinginnya sedingin bola salju. Jika menggelinding bolanya akan membesar dan keras, semakin besar semakin kuat pula melaju. Maka jangan pernah meremehkan dinginnya bola salju, seperti dinginnya menyaksikan Pilwabup Garut ini.***