Minggu, 15 April 2012

Bupati Harus Miliki Argumen Hukum Soal Syarat Wabup


KOTA, (GE).- Menjelang  pengajuan 2 orang calon Wakil Bupati Garut oleh Bupati dalam paripurna DPRD Kabupaten Garut,  suhu politik mulai meningkat. Bupati Garut dituntut untuk memberikan keputusan yang tepat saat mengajukan 2 orang calon wakil bupati, sebagaimana perintah UU Nomor 12 tahun 2008 pasal 26 ayat 7 yang berbunyi “dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil kepala daerah yang berasal  dari calon perseorangan karena meninggal dunia, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya selama 6 (enam) bulan secara terus menerus dalam masa jabatannya dan masa jabatannya masih tersisa 18 (delapan belas) bulan atau lebih, kepala daerah mengajukan 2 ( dua ) orang calon wakil kepala daerah untuk dipilih oleh rapat paripurna DPRD”. Ayat tersebut memberikan hak frerogatif kepada bupati yang berasal dari calon perseorangan untuk mengajukan 2 calon, tanpa memperhatikan usulan parpol. Berbeda dengan Bupati yang pada saat pencalonannya diusung oleh parpol,  diatur  UU 12/2008 pasal 26 ayat 6. Bupati yang berasal dari calon perseorangan diberikan keleluasaan oleh Undang-undang untuk mengajukan 2 orang calon wakil kepala daerah meski dengan pertimbangan subjektifitasnya. Demikian disampaikan Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Garut, Dadang Sudrajat, S.Pd, saat ditemui di kantornya.
Ditambahkannya, pengajuan 2 orang calon wakil kepala daerah bukan hal yang mudah, dimana banyak  pelamar untuk mengisi kekosongan jabatan wakil kepala daerah,  apalagi  pihak kepala daerah telah mengekspos bahkan mengundang para pelamar  calon wakil kepala daerah  untuk  segera   melengkapi persyaratan. Adanya arahan dari pihak kepala daerah kepada para pelamar untuk memenuhi persyaratan, sebagaimana diatur dalam UU 12 tahun 2008 pasal 58, secara tidak langsung merupakan pengakuan dari bupati terhadap para pelamar sebagai calon Wakil Bupati. “Hal tersebut mempersulit bupati   dalam menentukan 2 calon wakil kepala daerah,  karena saat para pelamar sudah memenuhi persyaratan secara normatif, Bupati  dituntut untuk memilih 2 orang calon dengan parameter yang  dapat dipertanggungjawabkan,” ujar Dadang.
Sadar akan sulitnya memilih 2 calon wakil kepala daerah dari sekian banyak pelamar yang sudah terlanjur diarahkan untuk memenuhi persyaratan, tambah Dadang, kepala daerah Kabupaten Garut memberikan syarat subjektifitasnya, yaitu para pelamar diharuskan  mendapat dukungan 3 parpol yang memiliki kursi di DPRD Kabupaten Garut. Langkah tersebut bisa dipahami  sebagai jalan keluar bagi Bupati dalam menyeleksi para pelamar yang telah memenuhi persyaratan normative, karena UU tidak memberikan aturan spesifik tentang kriteria dan mekanisme rekrutmen calon wakil bupati. “Bupati telah memberikan syarat khusus yang terukur   bagi calon wakil bupati, harus memenuhi persyaratan mendapat dukungan dari 3 parpol di DPRD, supaya persyaratan itu dapat mengikat para bakal calon wakil bupati dalam proses rekrutmen yang dilakukan kepala daerah. Sebaiknya syarat itu dilegitimasi supaya memiliki kekuatan hokum, sehingga bakal calon memiliki kewajiban memenuhi aturan tersebut,” tambahnya.
Persyaratan yang diajukan bupati tersebut, lanjut Dadang, tidak menutup kemungkinan  adanya penolakan karena persyaratan tersebut tidak diatur dalam  regulasi  yang mengatur tentang syarat calon wakil bupati, sebagaimana diatur dalam PP 49 tahun 2008 pasal 38. Bupati harus memiliki argumen hukum kenapa memberikan syarat kepada calon Wakil Bupati harus didukung oleh parpol bukan dukungan yang diperoleh sebagaimana pola dukungan yang diatur  UU 12 tahun 2008 pasal 59 ayat 2b, 2d, dan 2e, meski  jumlah dukungan tidak sebanyak seperti diatur pasal tersebut berhubung Bupati pada saat pencalonan diusung dari jalur perseorangan. Alasan bupati mensyaratkan 3 dukungan parpol untuk memperkuat dukungan politik dari DPRD bukanlah alasan yang tepat, karena selama ini publik melihat tidak ada upaya DPRD Garut dalam mengoyang posisi Bupati dan Wakil Bupati, hal tersebut bisa dilihat dari alasan Dikcy Candra mengundurkan diri dari jabatan Wakil Bupati, bukan karena alasan tidak adanya dukungan politik dari DPRD tapi karena masalah internal. Hak Bupati memberikan syarat subjektif kepada para bakal calon, tapi jangan sampai persyaratan itu sebagai transfer masalah kepada DPRD.
“Apabila parpol yang ada di DPRD Garut mau mengikuti  ritme subjektifitas Bupati, sebenarnya syarat dukungan 3 parpol tidaklah tepat karena dari sembilan parpol yang memiliki kursi di DPRD ( demokrat, Golkar, PPP, PDIP, PKS, PAN, PKB, Hanura, Gerindra ) berpeluang bisa melahirkan 3 calon Wakil Bupati, sedangkan yang dibutuhkan 2 orang calon Wakil Bupati kalau itu terjadi akan mempersulit dan menambah masalah bagi Bupati. Apabila  Bupati dan parpol yang memiliki  kursi di DPRD sepakat untuk menentukan 2 calon Wakil Bupati harus mendapatkan dukungan parpol,  janganlah dihitung dari jumlah parpol, tapi akan lebih tepat bila bupati melihat presentasi jumlah kursi atau akumulasi perolehan suara parpol, sebagaimana syarat calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang berasal dari parpol  ( UU 12 tahun 2008 pasal 59 ayat 2 ),” jelas Dadang.
Tambahnya lagi, DPRD lebih baik berkonsentrasi untuk mempersiap penyelenggaraan pemilihan sabagaimana yang ditugaskan oleh UU 12 tahun 2008 pasal 42 ayat 1e. Apabila  parpol yang memiliki kursi di DPRD memberikan dukungan sebagaimana yang dipersyaratkan oleh Bupati kepada calon Wakil Bupati, hal tersebut akan bertolak belakang dengan tatib pemilihan Wakil Bupati Garut sebagai produk DPRD. Bupati lebih baik berani mengambil keputusan dengan mengajukan 2 calon Wakil Bupati dengan memanfaatkan perlindungan UU terhadap hak subjektifitasnya, ketimbang memberikan persyaratan calon Wakil Bupati yang tidak dilandasi UU atau aturan yang secara hirarki berada diatas aturan atau keputusan Bupati. (Tata E. Ansorie)***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar