Minggu, 08 Juli 2012

Pelantikan DPD Gema Sunda Kabupaten Garut, "Jangan Malu Menjadi Orang Sunda "


KOTA, (GE).- Tak bisa dipungkiri bahwasanya Kabupaten Garut khususnya, dan Jawa Barat pada umumnya sudah menjadi bagian dari perkembangan kemajuan zaman yang tidak terbantahkan dan tidak dapat dihindari. Adalah suatu kebanggaan tersendiri apabila daerah yang kita tinggali menjadi lebih maju. Namun dibalik kemajuan yang diraih, ada rasa khawatir karena budaya dan identitas budaya sunda baik disadari maupun tidak, mulai dilupakan dan ditinggalkan. Atas  dasar itulah DPD Gema Sunda Kabupaten Garut, berupaya membangun kebersamaan agar orang sunda di Kabupaten Garut dapat “Sareundeuk Saigel Sabobot Sapihanean”, melestarikan warisan budaya sunda.
“Kita malu menjadi orang sunda. Mari bersama-sama mengembalikan kembali budaya sunda yang nyaris terlupakan. Bahasa pengantar di rumah sudah tidak lagi menggunakan Basa Sunda tetapi cenderung menggunakan Bahasa Indonesia. Walaupun para orang tua dua-duanya Urang Sunda, pituin dan tinggal di lingkungan urang sunda. Mereka lebih bangga dan meureun akan merasa lebih terpelajar dan berkelas berkomunikasi menggunakan Bahasa Indonesia. Inilah yang menjadi motifasi kita untuk membangun kembali kearifan lokal kita,” ujar Ketua DPD Gema Sunda Kabupaten Garut, pada pelantikan atau istrenan pengurus DPD Gema Sunda Kabupaten Garut di Gedung Lasminingrat, Minggu, (8/7).
Sementara tokoh budaya Garut, Cecep R. Rusdaya, menyampaikan rasa bangganya atas terbentuknya pengurus DPD Gema Sunda di Kabupaten Garut, apalagi para penggiat di Gema Sunda terdiri dari kalangan muda yang mensiratkan rasa kecintaan terhadap sunda masih besar. “Gerakan kasundaan mesti dibangun kembali. Ada yang jauh berarti dari kegiatan yang kerap kita saksikan yakni Mojang Jajaka, tetapi ada yang jauh sangat berarti selain itu yang jarang tersentuh. Kenapa tidak digelar lomba pidato bahasa sunda, sehingga dapat menyentuh langsung bagi generasi untuk melestarikannya,” jelasnya.
Adapun Ketua DPRD Garut, Ahmad Bajuri, SE, mengatakan bahwa sunda bukan sebuah suku, tetapi sebuah beradaban. Tidak sedikit nenek moyang sunda mewariskan berbagai tatanan kehidupan yang kini digunakan oleh pemerintahan, seperti otonomi daerah atau sistem perbankan yang dulu menggunakan istilah lumbung. “Rasa cinta akan tumbuh tatkala bicara sejarah, maka bicara budaya sunda, mesti memahami pula sejarahnya. Ketika sejarah dibicarakan, rasa kecintaan pun akan tumbuh pula. Mari mulai sekarang kita awali, tanpa perlu melihat kwantitas yang turut peduli di Gema Sunda ini. karena pilihannya, apakah kita akan menjadi pembaca sejarah atau pelaku sejarah. Moment ini dikemudian hari akan tercatat sebagai sejarah,” tuturnya. (Tata E. Ansorie)***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar